KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) membuat pasar saham domestik volatile. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian global terkait dengan perubahan arah kebijakan pemerintah AS, terutama di bidang perdagangan internasional dan perpajakan (fiskal). Alhasil, Mirae Asset Sekuritas Indonesia menurunkan target Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) ke level 7.585 di akhir tahun 2024, dari sebelumnya di level 7.915. Hari ini (12/11), IHSG naik 0,76% ke level 7.321. Namun, IHSG turun 2,27% dalam seminggu dan turun 4% dalam sebulan.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Rizkia Darmawan menjelaskan, IHSG saat ini masih mengalami koreksi. Kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS memicu terjadinya sentimen penghindaran risiko
(risk-off) yang menyebabkan peningkatan fluktuasi di pasar keuangan.
Baca Juga: IHSG Masih Rawan Koreksi, Cermati Rekomendasi Saham Rabu (13/11) Hal itu juga akan memiliki dampak yang cukup besar terhadap penentuan arah kebijakan di Indonesia, baik kebijakan moneter, maupun kebijakan pemerintah yang meliputi kebijakan fiskal maupun kebijakan di bidang perdagangan internasional. “Meskipun demikian, perekonomian Indonesia menunjukkan stabilitas dan ketahanan meskipun berada dalam rezim suku bunga yang tinggi,” kata dia dalam acara Media Day Mirae Asset Sekuritas November 2024, Selasa (12/11). Setelah Trump memenangkan pemilu AS, pasar modal Indonesia bereaksi negatif. Ini tercermin dari penurunan signifikan IHSG selama dua hari berturut-turut, masing-masing sebesar 1,4% dan 1,9%, sehingga total penurunan mencapai 3,3%. Investor asing juga mencatat aksi jual bersih selama empat hari
berturut-turut sejak kemenangan Trump pekan lalu. Total aksi jual bersih (net sell) investor asing dalam empat hari mencapai sebesar Rp 6,5 triliun. Baca Juga: IHSG Menguat 0,76% Hari Ini (12/11), Simak Proyeksi dan Rekomendasi Saham Untuk Esok Hal ini pernah terjadi dalam kemenangan Trump pada 2016. Kala itu, IHSG terkoreksi sebesar 7,3% dalam waktu sepekan, serta aliran keluar modal asing terus berlanjut selama 28 hari perdagangan usai kemenangan Trump tahun 2016 dengan total aksi jual bersih Rp 17 triliun. Menurut Darma, kebijakan Trump di masa kepresidenannya, termasuk tarif yang lebih tinggi dan rencana deportasi besar-besaran, juga diprediksi dapat meningkatkan tekanan inflasi. Hal ini kemungkinan akan menghambat ruang bagi Federal Reserve untuk melonggarkan kebijakan moneternya di tahun 2025, sehingga menjaga suku bunga tetap ketat. “Namun, daya beli masyarakat Indonesia yang masih tahan banting menjadi salah satu kekuatan ekonomi Indonesia. Sehingga, jika arus keluar dana asing
(foreign outflow) mereda, maka pasar Indonesia akan diuntungkan,” ungkapnya.
Baca Juga: IHSG Menguat 0,76% Hari Ini (12/11), Net Sell Asing Masih Tebal Rp 1,1 Triliun Dari sisi komoditas, Darma mengatakan pasar komoditas di Indonesia menghadapi tantangan dan peluang yang bervariasi pada kuartal IV 2024. Dia memprediksi, ke depannya harga komoditas akan lebih berfluktuasi dibandingkan dengan sebelumnya karena lebih tergantung dari sentimen global. Tingginya fluktuasi tersebut dapat dimanfaatkan pelaku pasar untuk bertransaksi jangka pendek pada harga komoditas dan saham perusahaan yang bisnisnya terkait komoditas. Penurunan harga komoditas global juga telah memberikan dampak langsung pada sektor energi dan logam dasar, terutama pada harga minyak mentah dan beberapa bahan kimia. “Sektor logam tertentu, seperti logam dasar yang digunakan dalam industri elektronik dan otomotif, tetap mengalami pertumbuhan yang stabil seiring dengan permintaan industri yang kuat,” imbuh dia.
Baca Juga: IHSG Naik 0,76% ke 7.321 pada Selasa (12/11), ESSA, UNVR, GOTO Top Gainers LQ45 Secara khusus, harga minyak mentah mengalami fluktuasi akibat ketidakpastian pasar global dan kebijakan ekonomi AS yang diperkirakan akan berdampak pada pergerakan harga energi. Harga minyak juga diperkirakan akan mengalami tekanan hingga akhir tahun, yang juga akan berdampak pada pendapatan dari sektor energi dalam negeri. “Di sisi lain, logam dasar, seperti nikel dan tembaga, terus menunjukkan potensi positif mengingat peran strategisnya dalam produksi baterai untuk kendaraan listrik, terutama di kawasan Asia Tenggara,” ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati