Pasar bersorak, jumlah reksadana membengkak



JAKARTA. Membaiknya iklim investasi dalam negeri di 2016 menyebabkan para manager investasi berani mengeluarkan produk baru. Sepanjang separuh pertama 2016, terdapat 102 produk baru.

Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 20 Mei 2016, jumlah reksadana beredar tercatat 1.193 produk. Sementara di akhir 2015, hanya 1.091 produk. Mayoritas jumlah reksadana masih digenggam reksadana terproteksi, mencapai 475 produk.

Menyusul, reksadana saham dengan 197 produk, reksadana pendapatan tetap 172 produk, reksadana campuran 124 produk, reksadana pasar uang 108 produk, reksadana syariah 101 produk, exchange traded fund (ETF) 9 produk, serta reksadana indeks 7 produk.


Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo memaparkan, ada dua faktor penopang membludaknya jumlah produk reksadana. Pertama, membaiknya kondisi pasar dalam negeri, baik bursa saham maupun pasar obligasi. Ini mulai terjadi saat Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan (BI rate) di tiga bulan pertama tahun ini.

Pemangkasan berlanjut kemarin. Alhasil dengan posisi BI rate di 6,5% membuat pasar lebih kondusif. Kedua, meningkatnya kesadaran investasi masyarakat seperti pada instrumen reksadana yang akhirnya mengerek permintaan.

"Apalagi investasi reksadana risikonya lebih rendah ketimbang investasi langsung pada instrumen pendapatan tetap dan khususnya saham," paparnya.

Pembatasan bunga deposito turut melambungkan reksadana yang memiliki underlying asset pada obligasi negara. Jadi tak heran, banyak produk baru mulai bertebaran. Kelebihan reksadana juga karena dikelola oleh para ahli pasar modal dengan standar sertifikasi yang mumpuni makin menarik minat masyarakat.

Bagi masyarakat awam, umumnya kurang memiliki waktu luang mencermati serta memantau pasar, Hal ini sangat membantu. Dominasi reksadana terproteksi memang sulit terbantahkan.

Maklum, karakteristik reksadana ini serupa dengan instrumen deposito dan jatuh tempo dengan underlying asset pada pendapatan tetap. Nah, rendahnya risiko reksadana terproteksi menjadi keunggulan dan menarik minat investor, khususnya investor institusi.

Menurut Beben, reksadana terproteksi kian atraktif bagi investor, bila ketidakpastian melanda pasar. Nah, rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi salah satu pemicu volatilitas pasar. Belum lagi, perlambatan ekonomi China dan pemangkasan pertumbuhan ekonomi global oleh Bank Dunia dari 2,9% jadi 2,4% turut menyebabkan pasar morat marit.

Sehingga ia menduga, pada akhir 2016, jenis reksadana terproteksi masih akan menguasai pasar Indonesia. "Dengan menggunakan data selama lima tahun dan metode rata-rata geomean, jumlah reksadana sepanjang tahun 2016 diprediksi tumbuh lebih dari 11%," ujar Beben.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie