Pasar ekspor mendongkrak SRIL



JAKARTA. Pelemahan kurs rupiah tak selamanya membawa petaka bagi pelaku usaha. Berkah justru diperoleh PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) akibat dari penuruan kurs rupiah tersebut.

Maklum saja, pendapatan perusahaan yang kerap disebut Sritex tersebut lebih banyak dalam denominasi dollar Amerika Serikat (AS). Sebagai produsen garmen, SRIL lebih banyak menjual produknya ke pasar ekspor.

Pundi SRIL makin besar, setelah baru-baru ini juga menggaet tambahan kontrak dari merk Uniqlo dan H&M. Pertumbuhan pasar ekspor SRIL memang mengesankan. Analis Net Sekuritas, Fadli mencatat, di semester I-2013, porsi ekspor SRIL mencapai 76% dari total produksi. Jumlah ini naik dari periode sama tahun 2012 yang hanya 54%.


Prospek SRIL semakin cerah, setelah pemerintah akan memberikan pengurangan pajak bagi sektor padat karya yang mengekspor minimal 30% dari total produksinya. "SRIL akan menikmati berkah ini," ujar Fadli. Dia menambahkan, SRIL memiliki tujuan ekspor ke 55 negara, seperti Jepang, China, Korea, Eropa dan Amerika Serikat.

Tapi di sisi lain, pelemahan rupiah juga bisa menekan SRIL. Sebab, sebanyak 60% bahan baku SRIL masih diimpor. Maka itu, kendati ekspor SRIL bertumbuh, tapi tak akan signifikan menggenjot kinerja SRIL. "Pengaruh tak banyak, karena bahan baku impor," kata analis Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, Selasa (3/9).

Analis Bahana Securities, Stifanus Sulistyo dalam risetnya, 2 September 2013 menyebutkan, setiap rupiah melemah 1%, akan menekan laba bersih SRIL sebesar 0,2%. Toh, nyatanya kinerja SRIL di semester I 2013 lalu terbilang tumbuh tinggi. Pendapatan SRIL di periode tersebut naik 51,29% year on year (yoy) menjadi Rp 1,84 triliun. Bahkan, laba bersih SRIL melonjak 63,75% menjadi Rp 163,21 miliar, lebih tinggi dari proyeksi Stifanus sebesarĀ  Rp 146 miliar. Perolehan laba bersih SRIL tersebut sudah sebesar 50,2% dari prediksi setahun Stifanus.

Tapi, para analis mengingatkan, katalis negatif bagi SRIL adalah kenaikan upah minimum, tarif dasar listrik, bahan bakar minyak dan inflasi.

Kabar baiknya, SRIL tengah menyelesaikan akuisisi pabrik pemintalan berkapasitas 210.000 bale, atau sekitar 26.126,92 metrik ton per tahun. Akuisisi ini ditargetkan selesai Oktober mendatang dan akan menambah kapasitas SRIL sebanyak 65,63% dari saat ini yang sebesar 320.000 bale, atau sekitar 69.671,79 metrik ton per tahun.

Fadli menghitung, rasio harga berbanding laba bersih per saham atau price to earning ratio (PER) SRIL saat ini hanya 10,85 kali. Jauh di bawah industri sejenis di 62,43 kali.

Fadli menargetkan harga SRIL di posisi Rp 350 per saham. Namun, dia masih merekomendasikan hold saham SRIL dengan alasan situasi pasar kini yang masih kurang kondusif. Senada, Kiswoyo juga merekomendasikan hold saham SRIL dengan target harga sebesar Rp 255 per saham.

Hanya Stifanus yang merekomendasikan buy saham SRIL dengan target harga Rp 360 per saham. Kemarin, harga SRIL melemah 3,64% ke level Rp 265.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yuwono Triatmodjo