Pasar ekspor Tunisia dan Maroko dibidik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) membidik dua negara tujuan ekspor baru, yaitu Tunisia dan Maroko. Untuk itu Pemerintah Indonesia akan melakukan pendekatan dan membangun perjanjian dagang dengan dua negara tersebut.

Upaya memperluas pasar ekspor dilakukan Kemdag untuk menggenjot ekspor Indonesia sehingga mampu mencapai target pertumbuhan 11% pada tahun ini. Selain perluasan pasar, pemerintah juga akan lebih kerap melakukan promosi perdagangan.

"Kami menyelenggarakan misi dagang dan Atase Perdagangan di 44 negara, harus giat mengetuk pintu buyer untuk menjajakan produk Indonesia," ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kemdag Arlinda, Rabu (18/7).


Menurut Arlinda, Tunisia dan Maroko memiliki potensi pasar bagi produk Indonesia. Apalagi Tunisia dinilai memiliki kedekatan geografis dengan Italia, sementara Maroko dekat dengan Spanyol. Arlinda menambahkan kedua negara tersebut memiliki perjanjian dagang dengan Eropa, sehingga diharapkan lebih mudah diakses.

Berbagai produk Tanah Air yang akan ditawarkan ke dua negara tersebut, antara lain minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), kopi, dan ikan tuna. Sementara saat misi dagang ke Maroko, diungkapkan Arlinda, negara itu tertarik terhadap hasil produk PT Pindad.

Untuk lebih mengenalkan produk Indonesia di pasar global, Kemdag juga akan aktif mengikuti sejumlah pameran perdagangan dunia. Salah satu adalah China International Import Expo (CIIE). Pameran itu dapat dimanfaatkan menggenjot ekspor Indonesia ke China dan negara lain.

"Kami juga mencoba ke pasar non tradisional lain yaitu Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, Amerika Latin, serta Eropa Timur negara pecahan Rusia," terang Arlinda.

Upaya ekstra meningkatkan ekspor memang perlu dilakukan pemerintah seiring kekhawatiran efek negatif perang dagang. Apalagi saat ini Pemerintah Amerika Serikat (AS) juga sedang melakukan review terhadap 124 produk barang yang mendapat insentif tarif bea masuk 0% dalam kebijakan Generalized System of Preference (GSP).

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karin Saputri menilai diversifikasi pasar menjadi solusi menggenjot ekspor. Apalagi Indonesia rawan defisit neraca perdagangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie