KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi industri elektronik nasional mengalami tantangan berat akibat maraknya peredaran produk impor dan pelemahan daya beli masyarakat. Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, menyatakan bahwa utilisasi industri elektronik cenderung rendah, mencapai 50% per Juli 2024, meskipun subsektor ini masih bertahan di zona ekspansi dari sisi indeks kepercayaan industri (IKI). "Kami nilai hal ini ini disebabkan banyaknya produk elektronik impor di dalam negeri semenjak penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024," ujar dia dalam konferensi pers, Kamis (1/9).
Direktur Komersial PT Hartono Istana Teknologi (Polytron), Tekno Wibowo, melaporkan bahwa pasar elektronik nasional mengalami penurunan penjualan sebesar 10% pada semester I-2024. Hal ini disebabkan oleh pelemahan daya beli masyarakat dan tekanan nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Pindah Pelabuhan Produk Impor Tekno juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait tren impor produk elektronik yang diprediksi akan berlanjut, mengingat kondisi ekonomi China yang belum stabil. Polytron berharap pemerintah tetap konsisten dalam menerapkan aturan impor untuk membendung banjir barang elektronik dari luar negeri. "Kalau tidak ada upaya pembenahan, Indonesia hanya akan menjadi pasar yang dimanfaatkan oleh produsen yang tidak berkomitmen membangun industri di negara ini," ungkap Tekno, Sabtu (31/8). Meskipun demikian, Polytron optimis pasar elektronik akan membaik pada semester II-2024, terutama untuk produk seperti air conditioner (AC) yang masih memiliki permintaan tinggi selama musim panas. Sementara itu, PT Sharp Electronics Indonesia juga terdampak oleh relaksasi impor melalui Permendag 8/2024. TV LED dan mesin cuci menjadi produk yang paling sulit bersaing dengan barang impor, sehingga Sharp mengalami penurunan utilisasi produksi sekitar 20% hingga 30% untuk kedua produk tersebut. Sharp berharap momentum Pilkada serentak dapat meningkatkan peredaran uang dan daya beli masyarakat, sehingga permintaan produk elektronik dapat meningkat.
Baca Juga: Agar Produk Lebih Dikenal, LG Electronics Indonesia Rajin Interaksi dengan Konsumen Mereka juga tetap berhati-hati dalam strategi penjualan meskipun nilai tukar rupiah mulai menguat, sambil memantau perkembangan lebih lanjut.
Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo) melaporkan penurunan utilisasi industri pendingin refrigerasi sekitar 10% hingga 20%, terutama dipengaruhi oleh menurunnya daya beli masyarakat kelas menengah. Selain itu, kelangkaan kontainer dan kenaikan tarif pengangkutan kapal turut menambah kesulitan dalam pengadaan komponen atau bahan baku, yang berdampak pada penurunan utilisasi produksi pabrik pendingin refrigerasi. Secara keseluruhan, industri elektronik dan pendingin refrigerasi menghadapi tantangan berat akibat faktor eksternal dan internal yang memengaruhi daya beli dan biaya operasional. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .