KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pasar es krim Indonesia semakin bergairah dengan masuknya beberapa pemain baru dari luar. Kebanyakan pemain es krim baru di Indonesia berasal dari Tiongkok. Sebut saja brand-brand baru yang dijajakan di banyak ritel seperti Aice, Joyday dan Men Niu. Meski demikian, masuknya para pesaing baru ini juga tak menghentikan pertumbuhan para pemain lokal. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) memandang prospek pasar es krim tahun ini semakin menarik. "Menurut saya cukup prospektif dan kuenya membesar. Karena banyak yang masuk baru ternyata yang lama tetap tumbuh," tutur Adhi Lukman, Ketua Umum Gapmmi saat dihubungi Kontan.co.id di Jakarta, Rabu (13/2).
Ketersediaan sarana distribusi dan penyimpanan beku sangat berpengaruh pada pasar. Sebab penambahan kedua sarana ini di retail akan menambah pangsa pasar. "Penambahan sarana distribusi dan penyimpanan beku di retail akan otomatis nambah pangsa pasar," tambah Adhi. Menurut catatan Kontan.co.id, konsumsi es krim di Indonesia menurut saat ini berada di kisaran 0,8 liter per kapita per tahun. Jumlah tersebut lebih rendah ketimbang negara Asean seperti Malaysia yang tiga kali lipat dari Indonesia dan Singapura yang hampir 10 kali lipat dari konsumsi nasional. Sementara itu bagi produsen es krim Walls, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), industri ini masih berpotensi terus berkembang. Sebagai pemimpin pasar dengan market share yang diperkirakan sekitar 60% di tingkat nasional, UNVR harus terus berinovasi untuk menghadapi persaingan dengan pemain baru. "Untuk itu, inovasi yang didasarkan kepada consumer insight menjadi salah satu pemicu dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari strategi pertumbuhan tersebut," ujar Sancoyo Antarikso, Sekretaris Perusahaan UNVR kepada Kontan.co.id, (13/2). Sayangnya Sancoyo tak merinci lebih lanjut strategi yang bakal diterapkan produsen es krim Walls tersebut. Yang terang bisnis es krim ini masuk dalam kategori makanan & minuman (mamin) UNVR yang kontribusinya sekitar 31,2% dari total revenue perseroan atau senilai Rp 13,07 triliun. Mengenai kapasitas produksi UNVR di segmen es krim, setidaknya beberapa tahun lalu perseroan tercatat menjalankan perluasan pabrik Walls hingga 100 juta liter per tahun. Selain itu ada pula pemain lokal lainnya yang telah lama berkecimpung di dunia es krim, PT Campina Ice Cream Industry Tbk (CAMP). Manajemen CAMP menyebutkan walau kompetitor semakin beragam, namun permintaan masih tetap bertumbuh dan pasar berkemungkinan melebar. Oleh karenanya perseroan berusaha mempertahankan market share brandnya yang berada dikisaran 20%-25% di dalam negeri. Adji Andjono, Direktur Marketing CAMP sempat mengatakan justru banyaknya kompetitor baru, industri ini di 2019 berpeluang untuk bertumbuh pesat. Lantaran kompetitor yang banyak akan menciptakan ragam pilihan es krim di tengah konsumen, dan hal ini dinilai bakal merangsang permintaan produk tersebut.
Tahun ini perseroan optimis untuk membidik pertumbuhan pendapatan bersih sekitar 10% dibandingkan tahun kemarin. Saat ini CAMP memiliki kurang lebih 75-80 stock keeping unit (SKU) dengan kapasitas terpasang pabrik mencapai 30 juta liter per tahunnya. Tampaknya tingkat konsumsi es krim yang masih terbilang rendah di Indonesia membuat perusahaan es krim seperti PT Alpen Food Industry (AFI), pemilik merek Aice gencar memperkenalkan produknya di Indonesia. Meski produksi Aice baru dimulai pada 2015, namun saat ini perseroan telah punya sekitar 80.000 jaringan outlet di seluruh Indonesia. Saat ini Aice punya pabrik di Bekasi, Jawa Barat dengan jumlah tenaga kerja sekitar seribu orang. Adapun kapasitas produksi bisa mencapai 5 juta batang es krim per hari di pabrik Bekasi. Manajemen mengatakan bahwa peluang pasar es krim di Indonesia cukup potensial, Indikatornya adalah sebagai pemain baru penjualan Aice meningkat sangat tajam hingga 260% di periode 2017 dibandingkan tahun sebelumnya 2016. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini