Pasar keuangan bergejolak, sejumlah instrumen investasi masih bisa dilirik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar keuangan Indonesia tengah dilanda ketidakpastian akibat hantaman berbagai sentimen negatif dari dalam dan luar negeri. Meski demikian, sejumlah instrumen investasi tidak kehilangan daya tarik dan tetap bisa dikoleksi investor di tengah gejolak pasar.

Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo menyampaikan, instrumen obligasi masih memiliki potensi yang menarik bagi para investor kendati tren kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN) sedang terjadi.

Asal tahu saja, yield SUN 10 tahun Indonesia sempat kembali menembus level 8,03% di perdagangan Kamis (9/5) sebelum akhirnya turun ke level 7,98% pada hari ini. Level tersebut dianggap sudah cukup tinggi, apalagi saat ini tingkat inflasi Indonesia masih rendah. Selisih dengan suku bunga acuan BI pun masih cukup lebar.


Karena risiko volatilitas harga masih cukup besar, opsi untuk memperpendek tenor dapat diambil oleh investor. Misalnya, dengan membeli SUN tenor di bawah 3 bulan yang tentu lebih minim risiko.

“Jika ingin tenor yang lebih panjang, investor bisa memulai mengoleksi obligasi tenor 7—10 tahun,” tambah dia, Jumat (10/5).

Obligasi korporasi juga cukup menjanjikan untuk saat ini. Di tengah tren kenaikan yield SUN dan tingkat suku bunga acuan BI yang belum akan turun dalam waktu dekat, obligasi korporasi baru yang akan terbit dinilai akan memiliki kupon tinggi.

“Untuk menghindari risiko, pilihlah obligasi korporasi yang ratingnya bagus atau minimal idA dan memiliki prospek bisnis cerah,” ungkap Soni.

Selain itu, Surat Berharga Negara (SBN) ritel non-tradable sebenarnya juga bisa diposisikan sebagai aset safe haven bagi para investor yang memiliki kebutuhan investasi jangka pendek. Sebab, sejumlah seri SBN ritel tidak diperdagangkan di pasar sekunder sehingga tidak terpapar sentimen-sentimen global.

Belum lagi, sejauh ini SBN ritel yang diterbitkan oleh pemerintah selalu menawarkan kupon yang menarik. Terakhir, ST-004 yang bertenor 2 tahun ditawarkan dengan kupon minimal sebesar 7,95%. Angka ini jelas masih lebih tinggi ketimbang obligasi pemerintah lain untuk tenor serupa.

Kendati demikian, jika investor masih mengkhawatirkan kondisi pasar terkini, instrumen reksadana pasar uang juga bisa dijadikan pilihan sementara. “Reksadana pasar uang kemungkinan akan outperform selama 3 bulan ke depan,” kata Soni.

Di luar itu, Soni menganggap tidak ada salahnya apabila investor tetap ingin masuk ke pasar saham. Pasalnya, sejumlah sektor masih cukup prospektif kendati kondisi pasar masih kurang stabil. Salah satunya adalah sektor konsumer yang diuntungkan oleh program bantuan sosial dari pemerintah.

Selain faktor prospek bisnis emiten yang bersangkutan, investor juga perlu memperhatikan likuiditas saham yang dipilih. “Ekspektasi juga harus dijaga mengingat volatilitas bursa saham sedang meningkat,” sambungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto