Pasar kondotel akan melambat



JAKARTA. Seiring melambatnya sektor properti, pasar kondominium hotel alias kondotel pada tahun 2014 juga akan mengalami penurunan. Kendati demikian, investasi kondotel masih sangat menjanjikan karena harganya yang terus naik dan keuntungan menggiurkan dari pendapatan sewa.

Kepala Riset Jonas Lang Lasalle, Anton Sitorus mengatakan investasi properti termasuk kondotel di Indonesia tengah melambat sejak tahun 2013 lalu. Pertumbuhan penjualan kondotel 2012-2013 mencapai 30%. "Sedangkan tahun ini, pertumbuhannya akan melambat hanya sekitar 10% dari tahun lalu," kata Anton.

Pelambatan ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga perbankan. Selain itu, perhelatan pemilihan umum (pemilu) membuat investor menahan diri untuk berinvestasi di bidang properti termasuk kondotel.  Padahal, kondotel memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan jenis produk properti lain. Maklum, selain berfungsi sebagai hunian, kondotel bisa disewakan seperti hotel.  Jadi, pemilik bisa memperoleh keuntungan dari penyewaan itu.


Namun, pasokan kondotel juga terbatas. Di Jakarta saja, produk kondotel yang diluncurkan selama ini tidak banyak. Padahal permintaan kondotel untuk tujuan investasi cukup tinggi. Selain di Jakarta, kondotel juga mulai berkembang di kota-kota besar seperti Surabaya dan Makasar. Pertumbuhan kondotel di dua kota itu juga hampir sama dengan Jakarta.

Anton mengatakan investasi kondotel di tahun 2014 masih akan menguntungkan karena harganya yang terus naik. Apalagi, investor juga mendapatkan keuntungan yang menggiurkan dari penyewaan kondotel. Di tiga tahun pertama, keuntungan itu dijamin oleh pengembang dan bisa mencapai 20% dari pendapatan sewa. Setelah tiga tahun, keuntungan yang diperoleh sesuai perjanjian dengan pengembang.

Jadi di tengah iklim investasi properti tahun ini yang tidak begitu bagus, Anton bilang kondotel bisa menjadi produk properti yang menguntungkan. Dia memperkirakan harga kondotel pada tahun 2014 masih akan naik meski melambat. Kenaikan harga kondotel sekitar 5%-10% dari tahun lalu atau berkisar di Rp 20 juta - Rp 35 juta per meter persegi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat