KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Turunnya inflasi Amerika Serikat (AS) semakin meningkatkan ekspektasi terhadap kemungkinan dipangkasnya suku bunga The Fed. Jika kebijakan moneter melonggar, ini akan berdampak positif terhadap pergerakan pasar kripto. Data Consumer Price Index (CPI) Amerika Serikat bulan Juni yang dirilis pada Kamis (11/7) kemarin mengalami penurunan sebesar 0,1%. Ini merupakan pertama kalinya sejak Mei 2020. Penurunan tersebut membuat indeks CPI secara
year on year naik 3,0%, turun dari angka pada bulan Mei di 3,3%.
Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin memandang bahwa perkembangan inflasi tersebut merupakan sesuatu yang cukup penting bagi
outlook pasar kripto dalam beberapa bulan ke depan.
“Dengan tren inflasi yang membaik, berpotensi terjadinya peningkatan aliran dana segar ke pasar kripto imbas perubahan kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang lebih longgar,” kata Fahmi dalam siaran pers, Jumat (12/7). Bagi pasar saham yang sejak Juni terus mengalami reli, perkembangan data CPI dilihat sebagai momentum
profit taking sebagai upaya antisipasi menjelang musim laporan laba. Namun berbeda dengan kripto. Kondisi pasar yang masih cukup tertekan sejak awal Juni, kemungkinan hal itu tidak akan langsung direspon secara signifikan. “Situasi tersebut sedikit berbeda dengan pasar kripto di mana Bitcoin yang pada 5 Juni berada di US$70 ribu mengalami penurunan hingga sempat menyentuh area $54 ribu pada 5 Juli,” lanjut Fahmi. Menurutnya meningkatnya tekanan yang dihadapi pasar kripto dalam beberapa hari terakhir turut tercermin dalam indeks Fear & Greed yang mengukur kondisi sentimen pasar melalui beberapa sumber data termasuk media sosial.
Baca Juga: Pemain Kripto Baru Block, Potensi Menjadi Papan Atas Indeks Fear & Greed yang dikompilasi alternative.me pada hari ini, Jumat, 12 Juli, menyentuh angka terendahnya di angka 25 yang terakhir terlihat pada 9 Januari 2023 ketika Bitcoin saat itu berada pada level harga US$ 17.000, yang merupakan salah satu area harga terendahnya setelah siklus bullish 2021. Minimnya implikasi terhadap aset kripto dari perkembangan positif yang terjadi belakangan tidak hanya terkait data CPI saja. Pengajuan ETF Solana oleh VanEck dan 21Shares juga tidak diikuti oleh peningkatan harga token SOL yang signifikan. “Meskipun terdapat beberapa hal yang bisa menjelaskan kondisi tersebut seperti masih relatif minimnya optimisme pelaku pasar terhadap kemungkinan disetujuinya ETF tersebut, hal itu bukan yang biasanya terjadi di pasar kripto,” jelas Fahmi. Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha menilai, seminggu terakhir pasar kripto mengalami masa-masa penuh gejolak di tengah penjualan bitcoin oleh pemerintah Jerman dan kekhawatiran tentang distribusi pengembalian ke kreditur Mt. Gox yang sudah tidak beroperasi lagi juga menimbulkan kekhawatiran di pasar kripto saat ini. Prospek kripto lalu kembali
bullish usai didukung oleh faktor makroekonomi. Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan bahwa mempertahankan suku bunga tinggi terlalu lama dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi. “Ini tampaknya mengisyaratkan bahwa bank sentral sedang mempertimbangkan pelonggaran kebijakan,” tutur Panji dalam siaran pers, Kamis (12/7). Setelah pernyataan tersebut, peluang penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin (0,25%) pada FOMC 18 September 2024 meningkat menjadi 70%. Jika terjadi, suku bunga acuan akan menjadi 5,00%-5,25%. Sementara itu, pada pertemuan FOMC 31 Juli, The Fed diprediksi akan mempertahankan suku bunganya, menurut CMEWatchtools. Di samping itu, Bitcoin berhasil pulih karena didorong oleh perdagangan ETF Bitcoin spot di AS. Menurut data SoSo Value, dari Senin (8/7) hingga Rabu (10/7), ETF ini mencatat arus masuk sebesar $654,3 juta hanya dalam tiga hari perdagangan saja. Hanya saja, Panji bilang, pasar minggu ini masih perlu menantikan rilis data inflasi AS, seperti Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Kamis (11/7) dan laporan Indeks Harga Produsen (IHP) pada Jumat (12/7).
Jika angka inflasi yang diumumkan melampaui harapan pasar, ini akan berpotensi memberikan dampak negatif pada Bitcoin. Namun, jika angka inflasi sesuai dengan atau bahkan lebih rendah dari perkiraan, maka dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi Bitcoin dan pasar kripto secara umum. “Dari sisi analisa teknikal, Jika BTC bertahan di atas US$57.000, ada peluang menguji resistance US$60.000. Jika turun di bawah US$57.000, BTC berpotensi kembali melemah ke US$54.000 - US$55.000,” kata Panji. Mengutip coinmarketcap, Jumat (12/7) pukul 20.13 WIB, harga Bitcoin berada di US$57.486. Nilai aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar ini tergerus sekitar 1,80% dalam 24 jam terakhir. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih