KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kripto kini sudah menjadi salah satu aset investasi yang diperhitungkan oleh masyarakat Indonesia. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bahkan mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp 859,4 triliun pada 2021. Sayangnya, aset kripto dilanda musim dingin pada tahun 2022, di mana banyak
exchanger alias bursa kripto runtuh dan investor mengalami kerugian. Terbukti, Bappebti mencatatkan nilai transaksi di sepanjang tahun 2022 hanya Rp 306 triliun. Meskipun begitu, Bappebti masih optimistis bahwa industri kripto masih bisa bertumbuh, dengan mulai meningkatnya harga kripto di bulan Februari 2023.
Ketua Indonesia Crypto Consumer Association (ICCA) Rob Rafael Kardinal mengatakan, kripto masih akan menarik di tahun 2023. Menurut dia, penurunan kinerja industri kripto di tahun 2022 hanya bagian dari siklus ekonomi.
Baca Juga: Ethereum Shanghai Bakal Upgrade Lagi, Simak Prediksi Indodax Soal Masa Depan Ethereum Para investor, kata Rob, pastinya akan mencari alternatif lain jika sudah bosan pada satu instrumen investasi. Misalnya, jika mereka bosan investasi di saham, nanti para investor akan beralih ke instrumen lain, salah satunya kripto. “Produk di Indonesia sendiri sayangnya saat ini belum bertambah, jadi investor bosan. Akhirnya, mereka cenderung
trading di
exchanger luar negeri,” ujar Rob kepada Kontan.co.id, Selasa (21/2). Rob mengaku sudah terjun sebagai investor kripto sejak tahun 2017. Ketertarikannya berawal dari transaksi yang dia lakukan saat bermain
game daring. Waktu itu, koin yang diterimanya bernama Monelo. “Di Indonesia saat itu
exchanger hanya ada Indodax dan bitcoin.co.id. Mulai dari transaksi ini, saya mulai melihat kripto sebagai perkembangan teknologi dan aset menarik, apalagi untuk
crossborder payment itu bisa cepat,” ungkap dia.
Baca Juga: 5 Koin Kripto Ini Mencatatkan Transaksi Tertinggi di Januari 2023 Terkait “musim dingin” kripto di tahun 2017, Rob melihat, untung rugi merupakan hal biasa dalam dunia investasi. Rob mengatakan, dirinya juga pernah membeli koin kripto bodong bernama Falcon sejumlah US$ 17.000 atau sekitar Rp 230 juta di tahun 2017. Di sisi lain, dia pernah untung berinvestasi di koin Solana hingga US$ 270.000 dalam 7 bulan di tahun 2021. “Keruntuhan industri kripto di tahun 2022 itu karena inovasi yang berjalan cepat, tetapi literasi orang-orang masih rendah. Akibatnya, banyak investasi bodong juga,” papar dia.
Baca Juga: Kripto Sumbang Lebih dari 50% Pemasukan Pajak dari Sektor Fintech Berbeda jauh, salah satu investor kripto, Hauri Sasmito, mengatakan, kripto bukan aset yang bagus untuk dijadikan investasi jangka panjang. Hauri mengaku, baru ikut berinvestasi di tahun 2021. Saat itu, dia sempat mendapatkan cuan berinvestasi di koin MATIC dan ADA. Namun, saat pasar jatuh di tahun 2022, Hauri kehilangan lebih dari 90% dari total modal awal yang dia investasikan.
“Kesalahan terbesar saya adalah mengira kondisi pasar kripto stabil, tanpa mempersiapkan diri untuk kehilangan modal yang saya investasikan,” paparnya. Meskipun begitu, Hauri tak menampik bahwa investasi di kripto akan selalu menarik. Namun, Hauri menegaskan dirinya tak ingin kembali menjadi investor kripto. “Kripto ini bukan
easy-money seperti yang sering diinformasikan di media sosial. Masih banyak hal yang harus kita semua pelajari. Saya pun ke depannya akan kembali ke investasi yang berisiko lebih rendah,” ungkap Hauri. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati