KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali tahun 2023, pasar kripto nampak bergairah. Terbukti harga Bitcoin (BTC) kembali capai level psikologis di atas US$ 20.000 dalam beberapa hari terakhir. Tim analis Tokocrypto melihat kenaikan market ini didorong oleh indeks dolar AS (DXY) yang mendingin dan data inflasi AS yang positif dalam laporan Consumer Price Index (CPI) terbaru dirilis pekan lalu. Data inflasi AS diumumkan turun sesuai dengan prediksi menjadi sebesar 6,5%. Laju inflasi yang lebih lambat kemungkinan akan membuka jalan bagi The Fed untuk menurunkan laju kenaikan suku bunga menjadi 25 basis poin dari 50 bps pada bulan Desember 2022.
Sejak harga Bitcoin naik ke level tertinggi tahunan di level US$ 18.898 pada 12 Januari lalu, banyak investor dan trader yang menyakini bahwa US$ 15.600 merupakan titik bottom BTC yang baru. Kenaikan ke titik US$ 20.000 ini merupakan yang pertama kalinya sejak keruntuhan FTX, yang mulai kolaps pada November lalu. Saat itu, BTC terjun bebas dari US$ 21.300 menjadi US$ 15.600 atau 20% hanya dalam waktu lima hari saja. Meski harga masih belum pulih sepenuhnya, nilai BTC saat ini masih lebih rendah 71% dari
all time high (ATH) di US$ 69.000 pada November 2021.
Baca Juga: Setelah Dua Bulan, Harga Bitcoin Akhirnya Kembali Tembus US$ 20.000 "Kenaikan harga BTC juga memompa kapitalisasi pasar kripto secara keseluruhan hingga hampir menyentuh US$ 1 triliun. Ini juga menjadi menambah kepercayaan diri pelaku pasar kripto, sehingga sentimen market kembali positif," jelas Tim Analis Tokocrypto dalam siaran pers, Selasa (17/1). Ada kenaikan dari Fear and Greed Index yang berhasil menyentuh level 45 pada Senin (16/1) atau naik 20 poin dari tujuh hari sebelumnya. Pencapaian market pada pekan lalu, dapat dilabeli sebagai green weekend karena keseluruhan aset kripto mengalami kenaikan yang cukup signifikan, baik Bitcoin maupun altcoin pada penutupan kandil mingguannya. Dari analisis teknikal, Bitcoin tampaknya sudah masuk dalam zona resistensi yang berada di kisaran angka US$ 21.000. Namun di sisi lain ada ancaman bull trap yang harus diwaspadai investor. Tekanan beli tinggi menjadi faktor utama naiknya harga Bitcoin, hal tersebut terlihat dari kenaikan Relative Strength Index (RSI) yang berhasil menyentuh level 50. Jika sinyal RSI berada di atas 50, maka tren sedang naik. Di sisi lain, tim Analis Tokocrypto melihat dari RSI BTC sudah menunjukkan sinyal
overbought menuju level di bawah 50. Dengan sinyal tersebut harga BTC diproyeksikan akan kembali terkoreksi.
Overbought sudah sering terjadi di market kripto, ketika harga aset sudah mencapai reli panjang akan mengalami sedikit koreksi dan ada kemungkinan bisa
bull run. Baca Juga: Rekor, Nilai Kejahatan Kripto Capai US$ 20 Miliar di Tahun 2022 Saat ini, BTC mungkin akan mengalami pola koreksi jika gagal breakout. Level resistensi terdekat berada di US$ 21.321 dan menjadi penghalang terdekat yang harus ditembus untuk bergerak lebih tinggi. Namun, apabila terjadi breakout akan menarik ke level support pada harga US$ 20.879. Di samping itu, sikap The Fed juga menjadi penentu masa depan market kripto. Jika melihat pergerakan suku bunga pada pertemuan FOMC di Februari mendatang terjadi kenaikan sebesar 50 basis poin, maka masih berada di jalan yang panjang untuk menekan inflasi AS pada tahun ini. Secara mayoritas, para ahli percaya bahwa kenaikan suku bunga dan kebijakan moneter yang lebih ketat tidak akan memungkinkan Bitcoin untuk pulih secara tajam dalam waktu dekat. Seperti di pasar yang tidak pasti seperti ini, investor tidak akan memilih untuk berinvestasi atau membeli aset berisiko seperti Bitcoin. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari