JAKARta. Pasar yang lesu mengubah rencana sejumlah emiten menerbitkan surat utang. Bahkan, ada emiten yang membatalkan. Yang terbaru, penundaan rencana pencarian utang melalui emisi obligasi oleh PT Atlas Resources Tbk (ARII). Emiten batubara ini membatalkan emisi obligasi yang memasuki jadwal bookbuilding pada 5 Juni-18 Juni lalu. ARII beralasan, kondisi pasar tidak kondusif untuk aksi korporasi ini. Emiten tambang itu, semula, berniat menawarkan obligasi dengan nilai maksimal Rp 1,2 triliun. Obligasi itu akan ditawarkan dalam tiga seri. Masing-masing bertenor tiga, lima, dan tujuh tahun.
Sebesar 65% dana hasil penjualan surat utang akan digunakan ARII untuk refinancing. Dana yang tersisa akan dimanfaatkan ARII untuk menutup kebutuhan belanja modal dan modal kerja. Andre Abdi, Presiden Direktur ARII, menuturkan, penundaan aksi korporasi, tidak akan mempengaruhi kondisi keuangan perseroan. Alasan dia, sebesar 65% dana hasil emisi akan digunakan untuk refinancing. "Sedangkan utang yang semula akan di-refinancing itu masih tetap berjalan. Kami juga bisa menjajaki penambahan utang," ujar Andre, kemarin (27/6). Jika ARII memutuskan menunda emisi obligasi, lain halnya dengan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Emiten properti itu, menurunkan target penyerapan obligasi menjadi Rp 1 triliun. Semula, BSDE menargetkan emisi senilai Rp 1,5 triliun. Hermawan Wijaya, Direktur BSDE, menuturkan, keputusan penurunan nilai diambil setelah menimbang posisi kas perseroan yang terbilang masih gede. Per akhir kuartal I-2012, kas internal BSDE mencapai Rp 3,7 triliun. "Maka itu, kami turunkan agar beban bunga rendah sehingga baik untuk profit loss," jelasnya. BSDE juga tidak merasa rugi menurunkan target obligasi. Pasalnya, emisi obligasi dilakukan dengan mekanisme penawaran umum berkelanjutan (PUB). Dus, emisi bisa dilakukan lebih fleksibel baik dari sisi nilai maupun jadwal pelaksanaan. Kupon bisa mahal Kondisi pasar domestik sejauh ini masih terus dibayangi hantu krisis Eropa dan perlambatan ekonomi global. Pasar obligasi domestik juga menghadapi ancaman kenaikan inflasi seiring kedatangan bulan Puasa, Lebaran, dan Natal. Hal ini berisiko menaikkan yield obligasi. Bagi emiten, tingginya yield tentu berimbas pada makin mahalnya biaya dana. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) misalnya, menaikkan batas atas kupon obligasi globalnya. Emiten grup Bakrie ini sudah mengantongi persetujuan pemegang sahamnya untuk mengerek batas atas tawaran kupon obligasi global menjadi 11,5%.
"Ini karena kondisi pasar yang masih fluktuatif," kata Imam P. Agustino, Direktur Utama ENRG, beberapa waktu lalu. Semula, ENRG mematok batas atas kupon global bond senilai US$ 600 juta itu sebesar 9%. Namun, tidak semua emiten mengotak-atik rencana penerbitan surat utang akibat situasi pasar yang suram. Agenda penerbitan obligasi PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang tidak berubah, mengail permintaan penempatan dana hingga 2,9 kali dari target awal perolehan, yaitu sekitar Rp 750 miliar. "Ini membuat kupon obligasi yang ditawarkan mendekati batas bawah kupon," kata Kurnadi Gularso, Sekretaris Perusahaan ADHI. Untuk obligasi konvensional seri A kupon ditetapkan sebesar 9,3%, terserap sebesar Rp 375 miliar. Lalu, seri B bertenor tujuh tahun sebesar Rp 250 miliar memberikan kupon 9,8%. Adapun sukuk yang diterbitkan ADHI senilai Rp 125 miliar dengan tenor lima tahun. Imbal hasilnya ditawarkan 5%-10%. n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ruisa Khoiriyah