JAKARTA. Di tengah pasar modal yang masih fluktuatif, manajer investasi getol meracik reksadana baru berbasis obligasi. PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) berencana menawarkan dua reksadana terproteksi baru, yaitu Reksadana Terproteksi Mandiri seri 33 dan seri 34. Associate Director, Head of Corsec & Business Support MMI Mauldy R. Makmur menuturkan, kedua produk ini akan beraset dasar obligasi korporasi dengan rating investment grade. Namun, ia enggan merinci racikan produk tersebut. "Kami sedang proses perizinan," kilahnya. MMI merilis produk terproteksi lantaran bisa menjadi alternatif di tengah pasar yang rentan. Produk ini akan melindungi nilai investasi awal serta bisa memberikan imbal hasil menarik.
Pemain lain, PT Danareksa Investment Management (DIM) sudah menyiapkan produk anyar berbasis obligasi. Tapi, Danareksa mengusung jenis reksadana pendapatan tetap syariah. Menurut Direktur DIM Prihatmo Hari Mulyanto, produk bertajuk Danareksa Melati Pendapatan Utama Syariah tersebut adalah reksadana pendapatan tetap syariah perdana bagi DIM. Produk yang bakal meluncur awal September 2015 ini akan menyasar investor ritel maupun institusi. Kata Prihatmo, reksadana ini akan beraset dasar sukuk korporasi dan sukuk negara. Sesuai kebijakan investasi, 80% aset dasar produk baru itu akan ditempatkan pada obligasi syariah. Sisanya, diputar pada instrumen pasar uang. "Kami ambil peluang, karena yield obligasi sudah menarik," jelasnya. Sepanjang tahun ini, yield obligasi sudah naik signifikan akibat depresiasi rupiah dan koreksi pasar. Yield bisa semakin tinggi jika rupiah masih tertekan saat The Fed mengerek suku bunga tahun ini. PT BNI Asset Management (BNI-AM) tak ketinggalan. BNI-AM menyiapkan empat reksadana terproteksi anyar. Rencananya, produk tersebut meluncur September hingga Oktober mendatang. Dua reksadana akan berbasis obligasi korporasi dengan tenor tiga hingga lima tahun. Sisanya, mengusung aset dasar Surat Utang Negara (SUN) bertenor di atas lima tahun.Keempat produk ini ditujukan untuk investor institusi. Senior Fund Manager BNI-AM Hanif Mantiq menyebut, besaran imbal hasil (return) reksadana terproteksi yang beraset obligasi korporasi berkisar 8,2%-8,7%. Lalu, return untuk reksadana beraset dasar SUN, kurang dari 8%. Masuk saat pasar turun Tak hanya produk terproteksi, BNI AM juga melirik penerbitan reksadana yang agresif, yaitu berbasis saham syariah. Hanif bilang, Reksadana bertajuk BNI-AM Dana Saham Syariah Musahamah akan meluncur September atau Oktober ini. Produk yang menyasar investor ritel ini merupakan reksadana saham syariah perdana BNI-AM. Kata Hanif, pihaknya mencoba mencuri kesempatan di saat pasar sedang terkoreksi. Sehingga, kinerja reksadana saham syariah tersebut berpeluang melonjak di akhir tahun ini. "Pasar saham domestik berpotensi menguat di pengujung tahun ini," ujarnya. Reksadana ini akan membidik saham syariah sektor konsumer, konstruksi dan properti. Menurut Hanif, sektor tersebut yang paling berpeluang bagus. Ia berharap kinerja produk baru ini bisa mengungguli kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Viliawati, analis Infovesta Utama menilai, meski pasar sedang koreksi, reksadana berbasis saham tetap akan diminati. Sebab, jenis reksadana saham ditujukan sebagai investasi jangka panjang. Menurutnya, saham properti dan konstruksi berprospek cukup baik karena tertopang pelonggaran loan to value (LTV) kredit Kepemilikan Rumah (KPR) perumahan. Lalu, sektor konsumsi bisa menjadi pilihan meski pasar fluktuatif karena sifatnya defensif. Analis Infovesta Utama Praska Putrantyo menilai, prospek reksadana berbasis sukuk juga cukup baik. Meski outstanding sukuk masih mini, tapi rata-rata imbal hasil sukuk di atas bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 7,5%. "Yield sukuk negara rata-rata 8,5%, dan sukuk korporasi 9,6%," tukasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto