Pasar Masih Ragukan Rencana OPEC+ Pangkas Produksi Minyak 2,2 juta Barel di 2024



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minyak mentah berjangka WTI stabil di atas US$ 73 per barel pada Selasa (5/12), setelah penurunan lebih dari 4% secara mingguan. Harga minyak mentah dunia bergerak turun karena investor masih ragu rencana pemangkasan produksi OPEC+ di tahun 2024.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, harga minyak turun lebih dari 6% selama tiga sesi terakhir di tengah keraguan bahwa pengurangan pasokan oleh OPEC+ akan berdampak signifikan. Selain itu, melemahnya data di negara-negara besar memicu kekhawatiran akan melemahnya permintaan energi.

“Saat ini investor terus menilai prospek pasokan dan permintaan global,” ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Selasa (5/12).


Baca Juga: Harga Minyak Bergerak Tipis di Tengah Keraguan Pemangkasan Produksi OPEC+

Sutopo menyebutkan bahwa penurunan harga minyak dunia disebabkan langkah beberapa anggota OPEC+ termasuk Arab Saudi, UEA, dan Kuwait yang mengumumkan pengurangan tambahan sukarela hingga total 2,2 juta barel per hari. Sementara anggota lainnya belum mendukung kesepakatan tersebut.

Pelaku pasar masih ragu terhadap rencana pemangkasan pasokan OPEC+ yang berpotensi berlanjut hingga melewati kuartal pertama 2024. Di tempat lain, para pedagang masih khawatir atas situasi geopolitik di Timur Tengah seiring meningkatnya pertempuran di Gaza pada akhir pekan.

Namun, Sutopo mencermati minyak mentah Brent berhasil menetap sedikit lebih tinggi untuk kembali jauh berada di atas US$81 per barel.  Sentimen positif datang dari lebih rendahnya pergerakan imbal hasil treasury dan pelemahan dolar AS, menyusul beberapa komentar yang kurang hawkish dari beberapa pejabat Fed yang memberikan dorongan ke pasar komoditas.

Dukungan lebih lanjut kemungkinan besar akan datang dari gangguan terhadap pemuatan minyak di Laut Hitam setelah terjadinya badai di wilayah tersebut. Cuaca buruk ini diperkirakan akan terus berlanjut di sepanjang minggu ini.

“Kekuatan di pasar minyak terjadi meskipun tampaknya masih belum ada penyelesaian atas perselisihan antara anggota OPEC+ mengenai target produksi tahun 2024. Prospek pasar minyak pada tahun 2024 akan sangat bergantung pada kebijakan OPEC,” kata Sutopo.

Pengamat Komoditas Lukman Leong melihat, koreksi harga minyak dunia karena timbul keraguan dari pasar terhadap langkah pemangkasan produksi oleh OPEC+ sebesar 2,2 juta barel per hari. Investor tidak yakin langkah OPEC+ ini akan bisa mengimbangi permintaan yang lemah.

“Terlebih pemangkasan tambahan ini bersifat voluntary atau tidak wajib,” imbuh Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/12).

Lukman mengamati, harga minyak kemungkinan masih berada dalam rentang US$ 70- US$ 90 per barel di kuartal I-2024. Permintaan diharapkan akan meningkat di tahun depan, namun idealnya baru mulai terjadi di semester kedua 2024.

Walau suku bunga masih tinggi, namun investor mengantisipasi pemangkasan suku bunga paling awal Maret 2024 dari The Fed. Bank sentral utama dunia kemungkinan akan ikut menurunkan suku kemudian paling cepat di kuartal kedua 2024.

Baca Juga: Harga Minyak Rebound Pada Senin (4/12) Pagi Setelah Anjlok 2% Pekan Lalu

“Ekspektasi penurunan suku bunga ini akan mendukung harga komoditas pada umumnya,” tutur Lukman.

Sementara itu, penguatan harga komoditas energi lainnya seperti batubara berkat permintaan yang naik pada musim dingin akhir tahun. Harga batubara terdongkrak oleh ekspektasi permintaan dari China yang akan meningkat menjelang musim dingin.

Hanya saja, Lukman menambahkan, gas alam masih tetap tertekan oleh masalah yang sama yaitu cadangan yang masih hampir penuh dan produksi yang masih tinggi. Permintaan diperkirakan juga masih lemah oleh ekspektasi cuaca yang diperkirakan lebih hangat kedepannya.

Menurut Lukman, harga minyak mentah WTI bisa berada di kisaran US$ 75 - US$ 80 per barel di kuartal I-2024., Sedangkan, perkiraan untuk harga gas alam US di kisaran level US$ 2,8- US$ 3.0 mmbtu, serta Batubara di kisaran harga US$ 125 - US$ 140 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi