Pasar Menunggu Kejelasan The Fed, Dolar AS Tertekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS) perlahan luluh di hadapan mata uang lainnya. Beberapa pekan terakhir, indeks dolar AS menunjukkan pelemahan dari level 113 menuju level 111.

Fenomena ini kemudian memberi kekhawatiran bagi investor yang memegang dolar sebagai kebutuhan investasi. Sehingga, berujung pada kondisi dolar ditinggalkan sebagai mata uang prioritas untuk investasi.

Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menjelaskan, dolar saat ini mengalami koreksi karena pasar menilai narasi the Fed. Dalam lingkungan bank sentral AS itu telah tercipta dua blok antara pro dan kontra untuk mendukung kebijakan suku bunga.


Baca Juga: Melemah, Dolar AS Masih Jadi Instrumen Investasi Pilihan

Dari situ, narasi dari pihak yang setuju menahan kenaikan suku bunga memberikan ekspektasi pasar bahwa pamor dolar akan berkurang. Sehingga, menciptakan koreksi pada dolar AS.

Alwi menambahkan, data manufaktur dan sektor jasa AS yang di bawah perkiraan pada awal pekan ini, cukup memberikan koreksi pada dolar. Data PMI Manufaktur berada di level 46,6, padahal diekspektasikan berada di 49,6. Sementara data sektor jasa AS di level 49,9, padahal perkiraan akan ekspansi di level 51,0.

Hanya saja, Alwi bilang, data penting terkait Customer Price Index (CPI) masih jauh dari target The Fed. Inflasi September yang mencapai 8,2% lebih tinggi dari ekspektasi sebesar 0,2%.

"Hal itu menegaskan mandat bank sentral untuk membenahi kondisi inflasi," kata Alwi saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (26/10).

Baca Juga: Dolar AS Perkasa, Bank Nikmati Pendapatan Berbasis Komisi dari Transaksi Valas

Terlebih, The Fed diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga sebesar 125 basis poin pada dua pertemuan terakhir sebelum tutup tahun 2022.

Alwi menjelaskan, fenomena ini mengindikasikan bahwa dolar masih cukup prospektif untuk digenggam sebagai instrumen investasi, setidaknya hingga akhir tahun.

Dolar belum dipastikan benar-benar melemah, kecuali inflasi Amerika turun. Bahkan, bilamana kenaikan suku bunga masih berlanjut tahun depan maka dolar masih menarik untuk dikoleksi.

Selain prospek kenaikan suku bunga, sentimen liburan akhir tahun bakal menopang dolar AS dalam dua bulan ke depan. Sebab, biasanya ada semacam peningkatan transaksi untuk keperluan perusahaan di akhir tahun. Serta, kegunaan dolar untuk berwisata di tahun baru.

Baca Juga: Pergerakan Rupiah Diperkirakan Mendatar Pada Kamis (27/10) Besok

Sementara, Alwi melihat prospek dolar ke depan masih sangat bergantung dengan kebijakan moneter AS. Jika aksi The Fed masih berlanjut, maka dolar masih sulit untuk ditaklukkan oleh mata uang lain.

Namun kemungkinan terkoreksinya dolar tersebut dapat dipersiapkan dengan memilih mata uang rival terdekatnya seperti Euro dan Poundsterling. Kedua mata uang itu berpotensi rebound, bilamana dolar mulai ditinggalkan.

"Jika siklus pengetatan The Fed melambat, biasanya mata uang rebound dengan sendirinya. Seperti kondisi pedagang yang memborong suatu barang harganya murah," ucap Alwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati