PARIS. Yang dulunya rezeki, kini berbelok sebagai sebuah kutukan. Itu tergambar dalam perekonomian negara-negara Eropa yang sudah bertautan dengan pasar negara-negara berkembang.Saat ini ke-15 negara-negara di Eropa sudah memasuki masa resesi dan harus menghadapi rasa sakit yang lebih parah saat perekonomian yang memberikan mereka pemasukan seperti Amerika dan Jepang terhuyung-huyung akibat perlambatan ekonomi. Partner perdagangan untuk Timur, yang biasanya membeli sepertiga dari wilayah ekspor, kini sedang terseok-seok lantaran perbankan melemah dan nilai tukar mata uang juga tergelincir. Lebih dari itu, harga minyak dunia yang menciut setengahnya membuat permintaan dari Timur Tengah juga menyusut. Perusahaan-perusahaan di Eropa seperti Schneider Electric SA dari Perancis maupun Kone Oyj dari Finlandia mengatakan, pesanan akan melemah seiring dengan pasar negara-negara berkembang dari China maupun Argentina yang tidak tahan dengan credit crunch. Ekonom Citigroup Inc.ini berharap ada pemangkasan suku bunga yang lebih besar lagi. "Ini ancaman yang luar biasa untuk wilayah Eropa," kata Nick Kounis, ekonom Fortis di Amsterdam. Ia menambahkan, sangat diharapkan pasar akan terangkat dengan lebih baik sehingga mampu menyurung pertumbuhan ekonomi Eropa. Pada 6 Oktober 2008 lalu, Presiden European Central Bank Jean- Claude Trichet bertaruh bahwa pertumbuhan yang tengah berlangsung di pasar negara-negara berkembang bisa mendukung pemulihan secara bertahap. Senin (27/12) kemarin, ia mengatakan bahwa bank kemungkinan akan menggunting tingkat suku bunga minggu depan lantaran krisis finansial berdampak pada inflasi.Ukraina, Hungaria dan Pakistan tengah mencari bantuan dari International Monetary Fund (IMF). Pasar Argentina juga kacau setelah pemerintah mencoba untuk mengambil alih dana pensiun negara. Rusia telah menjanjikan lebih dari US$ 200 miliar untuk menghalau krisis perbankan yang memburuk sejak 1998. Sementara itu, China juga mengalami perlambatan ekonomi setelah menggemuk lebih dari 10% sepanjang 5 tahun. Kemampuan Eropa untuk bertahan dari penurunan pasar di negara-negara berkembang tecermin dari bagaimana Eropa diuntungkan oleh kemajuannya. Menurut Juergen Michels, ekonom Citigroup Inc di London, ekspor ke Eropa besarnya 6% dari GDP Eropa pada tahun 2006. Enam tahun sebelumnya, nilai ekspor ke Eropa hanya sekitar 4,5%. Selusin negara-negara di Eropa, yang kebanyakan ada di Eropa Timur, menghitung sedikitnya pasar di negara-negara berkembang mengekspor 15,3% dari permintaan di seluruh wilayah Eropa. Sumbangan China dan Russia bahkan berlipat hampir dua kali lebih besar. Jika dibandingkan, porsi Amerika Serikat dan Inggris masing-masing malah mencatatkan kemerosotan dari ekspor 14,5% menjadi 11,9% saja.
Pasar Negara-negara Berkembang Layu, Ekonomi Negara Maju Tak Melaju
PARIS. Yang dulunya rezeki, kini berbelok sebagai sebuah kutukan. Itu tergambar dalam perekonomian negara-negara Eropa yang sudah bertautan dengan pasar negara-negara berkembang.Saat ini ke-15 negara-negara di Eropa sudah memasuki masa resesi dan harus menghadapi rasa sakit yang lebih parah saat perekonomian yang memberikan mereka pemasukan seperti Amerika dan Jepang terhuyung-huyung akibat perlambatan ekonomi. Partner perdagangan untuk Timur, yang biasanya membeli sepertiga dari wilayah ekspor, kini sedang terseok-seok lantaran perbankan melemah dan nilai tukar mata uang juga tergelincir. Lebih dari itu, harga minyak dunia yang menciut setengahnya membuat permintaan dari Timur Tengah juga menyusut. Perusahaan-perusahaan di Eropa seperti Schneider Electric SA dari Perancis maupun Kone Oyj dari Finlandia mengatakan, pesanan akan melemah seiring dengan pasar negara-negara berkembang dari China maupun Argentina yang tidak tahan dengan credit crunch. Ekonom Citigroup Inc.ini berharap ada pemangkasan suku bunga yang lebih besar lagi. "Ini ancaman yang luar biasa untuk wilayah Eropa," kata Nick Kounis, ekonom Fortis di Amsterdam. Ia menambahkan, sangat diharapkan pasar akan terangkat dengan lebih baik sehingga mampu menyurung pertumbuhan ekonomi Eropa. Pada 6 Oktober 2008 lalu, Presiden European Central Bank Jean- Claude Trichet bertaruh bahwa pertumbuhan yang tengah berlangsung di pasar negara-negara berkembang bisa mendukung pemulihan secara bertahap. Senin (27/12) kemarin, ia mengatakan bahwa bank kemungkinan akan menggunting tingkat suku bunga minggu depan lantaran krisis finansial berdampak pada inflasi.Ukraina, Hungaria dan Pakistan tengah mencari bantuan dari International Monetary Fund (IMF). Pasar Argentina juga kacau setelah pemerintah mencoba untuk mengambil alih dana pensiun negara. Rusia telah menjanjikan lebih dari US$ 200 miliar untuk menghalau krisis perbankan yang memburuk sejak 1998. Sementara itu, China juga mengalami perlambatan ekonomi setelah menggemuk lebih dari 10% sepanjang 5 tahun. Kemampuan Eropa untuk bertahan dari penurunan pasar di negara-negara berkembang tecermin dari bagaimana Eropa diuntungkan oleh kemajuannya. Menurut Juergen Michels, ekonom Citigroup Inc di London, ekspor ke Eropa besarnya 6% dari GDP Eropa pada tahun 2006. Enam tahun sebelumnya, nilai ekspor ke Eropa hanya sekitar 4,5%. Selusin negara-negara di Eropa, yang kebanyakan ada di Eropa Timur, menghitung sedikitnya pasar di negara-negara berkembang mengekspor 15,3% dari permintaan di seluruh wilayah Eropa. Sumbangan China dan Russia bahkan berlipat hampir dua kali lebih besar. Jika dibandingkan, porsi Amerika Serikat dan Inggris masing-masing malah mencatatkan kemerosotan dari ekspor 14,5% menjadi 11,9% saja.