KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali melakukan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Selasa (5/11). Total nominal yang dimenangkan pemerintah meningkat dibandingkan lelang dua pekan sebelumnya. Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana menilai hasil lelang kali ini kurang positif. Sebab, nominal yang dimenangkan pemerintah meningkat di tengah penurunan penawaran yang masuk dan mayoritas rata-rata yield yang dimenangkan juga meningkat. "Jadi seperti ada kecenderungan bahwa ada kebutuhan lain, kebutuhan mendesak dari pemerintah untuk menambah penerimaan negara," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (5/11).
Baca Juga: Hasil Pemilu Presiden AS Penentu Prospek Aliran Dana Asing ke RI dalam Jangka Pendek Adapun pada lelang kali ini, penawaran yang masuk sebesar Rp 16,26 triliun atau turun dari lelang dua pekan sebelumnya sebesar Rp 17,47 triliun. Sementara yang dimenangkan sebesar Rp 10,2 triliun atau naik dari lelang sebelumnya Rp 10 triliun. Berdasarkan hasil itu, Fikri berpandangan ada potensi tekanan lanjutan untuk pasar obligasi. Dus, ia masih menyarankan investor untuk
wait and see terlebih dahulu, setidaknya menantikan hasil pilpres Amerika Serikat (AS), guna mengetahui arah pemangkasan suku bunga di sisa akhir tahun ini. Menurutnya, jika Trump menang maka potensi pemangkasan suku bunga akan lebih rendah, sehingga penurunan yield akan berkurang. Ia memperkirakan jika Trump memenangkan pilpres AS maka tahun 2025 ekspektasi pemangkasan turun menjadi 50 basis poin (bps) hingga 75 bps, sementara jika Harris yang menang maka potensi penurunan suku bunga the Fed mencapai 100 bps. Secara umum, pasar obligasi tetap positif dengan pemangkasan suku bunga. Yang membedakan hanya besaran penurunan yield SUN acuan 10 tahun. Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto turut menilai pasar obligasi juga tetap positif. Menurutnya, siapapun pemenang pilpres AS pasar akan tetap berkembang. "Antisipasi dana asing keluar jika Trump menang itu belum tentu karena bersifat politis," katanya.
Baca Juga: Pasar Wait and See, Instrumen Investasi Apa yang Menarik? Ramdhan berpandangan pasar obligasi dalam negeri masih cukup tangguh, mengingat yield yang ditawarkan juga tetap menarik dibandingkan beberapa negara tetangga. Selain itu, kepemilikan obligasi asing di dalam negeri juga kecil, yakni 15%. Walaupun memang, dia tak menampik bahwa kepemilikan asing di pasar obligasi memberikan warna terhadap gerak yield. Sebab, asing lebih sensitif terhadap gejolak yang terjadi, sedangkan investor dalam negeri cenderung mengikuti. Namun, Ramdhan tetap memandang positif pasar obligasi dalam negeri. Dia mencontohkan saat pasar obligasi tertekan akibat krisis, seperti pandemi Covid-19. Namun, pulih dengan cepat. "Jadi pasar Indonesia mempunyai ketahanan yang cukup baik," tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .