Pasar obligasi domestik kian menarik



KONTAN.CO.ID - Pasar obligasi mendapatkan dukungan positif dari turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7-day reverse repo rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25%. Posisi suku bunga acuan BI terendah sepanjang sejarah ini akan menggairahkan pasar obligasi lokal.

Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, mengatakan, setiap penurunan suku bunga pasti membawa pengaruh positif terhadap obligasi pemerintah. Menurut dia, obligasi jangka pendek dan menengah atau obligasi dengan tenor 10 tahun ke bawah akan lebih cepat terkena dampak perubahan ini.

"Suku bunga BI menunjukkan pergerakan suku bunga jangka pendek, jadi pasti obligasi yang 10 tahun ke bawah akan sangat diuntungkan di awal," kata Anil, akhir pekan lalu. 


Namun jika suku bunga berpotensi turun lagi dan inflasi juga turun, obligasi jangka panjang jadi lebih menarik. Menurut Anil, jika inflasi terus turun hingga mencapai 3,5%, maka suku bunga bisa turun dua kali lagi tahun depan.

Anil memprediksi, turunnya suku bunga 25 bps seharusnya bisa membuat yield surat utang negara (SUN) pada Senin (25/9) turun minimal 20-25 bps, karena keputusan penurunan suku bunga tersebut mengejutkan pelaku pasar. Maklum, awalnya pelaku pasar memperkirakan suku bunga BI baru akan kembali turun November nanti. 

Sebelumnya pada 22 Agustus lalu, Bank Indonesia sudah memangkas suku bunga dari 4,75% menjadi 4,5%. Data  Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun) menunjukkan, sejak saat itu hingga akhir pekan lalu, yield surat utang negara seri FR0061 tenor lima tahun telah turun 57 bps menjadi 5,96%. Sedang SUN seri FR0059 tenor sepuluh tahun telah terpangkas 45 bps menjadi 6,39%.

Tenor panjang

Penurunan suku bunga BI, menurut Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto berpotensi menurunkan yield obligasi sehingga berdampak positif, khususnya pada obligasi tenor panjang, karena harga naik. 

Namun, yang menjadi pertanyaan penting adalah apakah penurunan suku bunga tersebut masih akan berlanjut? Jika iya, maka investasi di pasar obligasi akan semakin menarik. Namun, investor harus tetap mencermati perkembangan credit default swap (CDS) Indonesia dan nilai tukar rupiah. 

Dari eksternal, investor juga perlu mewaspadai perkembangan yield US Treasury. Jangan lupa, pemerintah AS berencana melakukan pengurangan balance sheet. Program ini rencananya berjalan mulai Oktober nanti. 

Menurut Handy, jika percaya penurunan suku bunga BI  masih berlanjut, rupiah stabil dan yield US Treasury tidak naik, maka obligasi jangka panjang akan lebih menguntungkan dan menarik untuk masuk dalam portofolio. "Namun jika kondisi sebaliknya, di mana ruang penurunan suku bunga BI dan kenaikan yield US terbatas, maka obligasi durasi pendek akan lebih menarik," kata Handy. 

Saat ini, Anil juga berpendapat, obligasi jangka panjang akan memberikan lebih banyak keuntungan bagi investor ketimbang obligasi jangka pendek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati