Pasar obligasi Indonesia masih menarik



JAKARTA. Prospek pasar obligasi Indonesia dalam jangka panjang masih tetap memikat meski sekarang tengah terteken akibat inflasi tinggi dan tren kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) alias BI rate. Fundamental ekonomi Indonesia yang relatif baik membuat pasar surat utang Indonesia masih lebih menarik ketimbang negara-negara lain di satu kawasan.

Kondisi ini akan menguntungkan Indonesia jika proyek integrasi pasar modal se-Asia Tenggara atau yang kerap disebut ASEAN Linkage mulai diberlakukan pada tahun 2015 kelak.

Josua Pardede, ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) mengatakan, adanya integrasi tersebut mengakibatkan persaingan semakin ketat sehingga mendorong fee atau biaya transaksi menjadi lebih murah. Di lain sisi, obligasi Indonesia memberikan return yang lebih menarik bagi investor ketimbang negara-negara di satu kawasan.


Josua mengakui, kenaikan inflasi saat ini mengakibatkan yield obligasi ikut naik dan harga menjadi tertekan. Namun, kondisi itu justru bisa dimanfaatkan oleh investor untuk masuk dengan harga murah dan mendapatkan keuntungan ketika harga obligasi mengalami kenaikan. "Harga obligasi berpotensi naik pada September nanti didorong oleh sentimen positif dari global," ujar Josua.

Mahendra Siregar, Wakil Menteri Keuangan mengatakan, tekanan di pasar obligasi Indonesia merupakan imbas dari kondisi global. Ke depan,  Indonesia harus tetap mewaspadai perkembangan pasar global dan regional. "Saya melihat tekanan di pasar obligasi disebabkan oleh global. Tingkat suku bunga global mengalami kenakan sehingga berimbas ke Indonesia," ujar Mahendra.

Bimo Notowidigdo, Head of Treasury PT Bank Negara Indonesia (BNI) mengatakan hal senada. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan tetap di level 6% merupakan salah satu keuntungan berinvestasi di obligasi Indonesia. "Konsumsi domestik yang kuat dan perkembangan pembangunan infrastruktur juga akan mendorong pasar obligasi Indonesia," kata Bimo.

Meski akan mendorong pertumbuhan pasar surat utang di dalam negeri, analis Millenium Danatama Asset Management, Desmon Silitonga mengatakan, ASEAN Linkage juga memiliki sisi negatif bagi Indonesia. Ini terkait persiapan infrastruktur jika integrasi pasar modal tersebut diberlakukan.

Indonesia diperkirakan bakal kalah bersaing dengan negara lain di ASEAN. Apalagi, porsi pasar obligasi di Indonesia relatif masih lebih kecil dibandingkan pasar obligasi negara ASEAN lain.  

Infrastruktur transaksi perdagangan di pasar sekunder juga masih jauh dari memadai, mengingat saat ini transaksi obligasi masih dilakukan secar over the counter (OTC). "Sehingga investor akan mencari investasi yang lebih menarik," ujar Desmon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini