KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi pasar obligasi Indonesia yang kembali diliputi ketidakpastian dalam beberapa hari terakhir dapat mendorong aksi jual investor asing dalam waktu dekat.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan, awalnya koreksi di pasar obligasi terjadi karena aksi ambil untung oleh sebagian investor mengingat harga SUN sudah
rally cukup signifikan di bulan lalu. Akan tetapi, tekanan bertambah karena tensi perang dagang antara AS dan China kembali meningkat. Di sisi lain, investor asing juga masih menantikan langkah berikutnya dari The Fed terkait kebijakan moneter AS di masa mendatang. Hal ini mengingat The Fed cenderung memberi sinyal
hawkish kendati memangkas suku bunga acuan AS pada pekan lalu.
Baca Juga: Siap-Siap, Yield SUN Bisa Kembali Turun Ramdhan berharap tekanan eksternal bisa segera berakhir sehingga
yield SUN 10 tahun kembali berangsur-angsur turun seperti di bulan Juni dan Juli kemarin. Pasalnya, sebagian besar investor asing mengincar SUN seri-seri
benchmark, termasuk untuk tenor 10 tahun. Naik-turunnya
yield SUN seri acuan tentu bisa mempengaruhi minat investor asing di pasar obligasi domestik. “SUN seri acuan kerap dibandingkan dengan US Treasury, makanya banyak investor asing yang mengincar seri tersebut,” paparnya, Senin (5/8). Dia juga menilai,
spread antara
yield SUN dan US Treasury masih akan menarik bagi investor asing sekalipun
yield SUN kembali turun. Untuk saat ini,
spread antara
yield SUN dengan US Treasury untuk tenor 10 tahun memang tergolong lebar.
Baca Juga: Tak Terpengaruh Bunga Acuan BI, Dana Asing Mengalir Deras ke Saham dan SBN Mengutip data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), yield SUN 10 tahun pada hari ini Senin (5/8) berada di level 7,64%. Di sisi lain,
yield US Treasury tenor 10 tahun berada di level 1,77%. Hasil tersebut membuat
spread yield SUN dan yield US Treasury kini mencapai 587 bps atau 5,87%. Menurut Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C. Permana, pelebaran
spread antar
yield obligasi di atas kertas bisa menjadi pemicu masuknya investor asing ke pasar SBN secara berkelanjutan. Namun, perlu diingat bahwa kenaikan
yield SUN akhir-akhir ini diikuti pula oleh pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS. Lihat saja, hari ini rupiah kembali terkapar di pasar
spot sebesar 0,49% ke level Rp 14.255 per dolar AS. Pelemahan rupiah yang terjadi terus-menerus terjadi dikhawatirkan akan menahan laju aliran dana masuk dari investor asing di pasar obligasi. Jika akhirnya investor asing kembali keluar, bukan tidak mungkin tekanan di pasar obligasi akan bertambah. Apalagi, nilai kepemilikan asing telah di atas Rp 1.000 triliun. “Investor asing melihat salah satu risiko saat ini adalah depresiasi atau ketidakstabilan rupiah,” ujar Fikri, Senin (5/8).
Lebih lanjut, ia juga menganggap, perkembangan sentimen global masih akan berperan besar terhadap nilai kepemilikan asing di pasar SBN dalam beberapa waktu ke depan. Ini mengingat belum ada lagi sentimen dari dalam negeri yang bisa menopang laju aliran dana asing. Justru, hasil data pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2019 yang hanya mencapai 5,05% (yoy) bisa menjadi sentimen negatif walau cuma sesaat. “Dalam jangka panjang, investor asing lebih memperhatikan pengelolaan utang yang tergambar dalam APBN Indonesia,” tandasnya. Sebagai informasi, berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, investor asing mencatatkan aksi beli atau
net buy sebesar Rp 24,29 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sepanjang bulan Juli lalu. Lantas, nilai kepemilikan asing di pasar SBN per akhir Juli kemarin tumbuh mencapai Rp 1.013,04 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi