Pasar obligasi korporasi semarak



JAKARTA. Memasuki kuartal II-2016, penerbitan obligasi korporasi semakin ramai. Sepanjang April 2016, penerbitan obligasi korporasi sudah mencapai Rp 4,97 triliun.

Penerbitan di bulan April didominasi perusahaan sektor keuangan. Antara lain, PT Maybank Indonesia Finance, yang mencatatkan obligasi berkelanjutan I tahap II senilai Rp 1,1 triliun. Obligasi tersebut terbit dalam dua seri, yakni seri A senilai Rp 750 miliar dengan tenor tiga tahun dan kupon 9,10%. Serta, seri B senilai Rp 350 miliar dengan tenor lima tahun dan kupon 9,35%.

Selanjutnya, Federal International Finance (FIF), mencatatkan obligasi berkelanjutan II tahap III di Bursa Efek Indonesia (BEI) senilai Rp 3,37 triliun pada 5 April 2016. Surat utang ini terbit dalam dua seri, yakni seri A senilai Rp 868 miliar dengan kupon 8,5% per tahun dan tenor satu tahun. Serta, seri B senilai Rp 2,50 triliun dengan kupon 9,15% dan tenor tiga tahun.


Lainnya, obligasi berkelanjutan I Siantar Top tahap II dicatatkan senilai Rp 500 miliar dalam dua seri. Seri A diterbitkan senilai Rp 300 miliar dengan kupon 10,5% dan tenor tiga tahun. Seri B diterbitkan senilai Rp 200 miliar dengan kupon 10,75% dan tenor lima tahun.

Sementara, total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun 2016 mencapai 12 emisi, dari 11 emiten, mencapai Rp 18,74 triliun.

Head of Fixed Income Indomitra Securities Maximilianus Nico Demus mengatakan, penerbitan di kuartal II akan ramai, ditopang oleh penurunan yield obligasi pemerintah dan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate.

Akibatnya, biaya dana atau cost of fund penerbitan obligasi menjadi murah, lantaran korporasi mampu menerbitkan obligasi dengan kupon rendah. "Minat para investor untuk masuk ke pasar obligasi juga tinggi," ujar Nico.

Analis PT Asanusa Asset Management Akuntino Madhany menambahkan, reli pasar obligasi pemerintah menopang penurunan yield. "Sehingga korporasi bisa menerbitkan obligasi dengan kupon yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya, apalagi jika memiliki peringkat bagus," ujar Akuntino.

Dia mencontohkan, obligasi korporasi dengan peringkat AA yang baru terbit, bisa membagikan kupon sekitar 9,5%. Angka tersebut lebih rendah dibanding akhir tahun lalu, yang sekitar 10,5%. Modal kerja Nico memperkirakan, penerbitan obligasi korporasi hingga akhir tahun bisa mencapai Rp 50 triliun hingga Rp 60 triliun.

Asumsi tersebut mempertimbangkan banyaknya obligasi jatuh tempo dari bulan ini hingga bulan Desember 2016 yang mencapai Rp 39,2 triliun. Sehingga emiten masih akan terus mengeluarkan obligasi korporasi.

"Sebagian akan digunakan untuk modal kerja dan sebagian lagi untuk refinancing utang yang jatuh tempo," tutur Nico.

Penerbitan obligasi korporasi di semester I diprediksi lebih ramai dibandingkan semester II. Alasannya, ada ketidakpastian pasar di semester II, seperti potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) serta perekonomian Tiongkok yang belum stabil.

Di sisi lain, Akuntino bilang, penerbitan obligasi korporasi menghadapi tantangan baru. Maklum, investor institusi akan berbondong-bondong masuk ke surat berharga negara (SBN), guna memenuhi peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang menetapkan batas minimal investasi di SBN.

Kendati demikian, Nico optimistis, investor tetap membutuhkan obligasi korporasi. Bagi investor, obligasi korporasi tetap menarik karena memberikan kupon yang lebih tinggi dibandingkan SBN. "Tingginya kupon dan rendahnya volatilitas menjadi andalan obligasi korporasi sehingga dapat melengkapi portofolio investor," ujar Nico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie