KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Risiko volatilitas pasar obligasi Indonesia dinilai masih bisa terjadi dalam waktu dekat. Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang berlangsung tengah pekan nanti juga akan mempengaruhi arah pasar obligasi nasional.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan, BI kemungkinan masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% saat RDG nanti. “Kondisi pasar kurang mendukung bagi BI untuk melakukan pemangkasan bunga acuan,” ujarnya, Jumat (16/8).
Baca Juga: Begini dampak ancaman resesi AS terhadap rupiah dan CAD Bulan lalu, saat penurunan suku bunga acuan terjadi, pasar obligasi cenderung kondusif. Hal ini ditopang oleh derasnya arus modal masuk dari investor asing ke pasar sehingga mendorong penguatan rupiah sekaligus penurunan
yield Surat Utang Negara (SUN). Ditambah lagi, The Federal Reserves juga telah memberi sinyall kuat pada saat itu untuk memotong suku bunga acuan. Sekarang kondisinya berbeda. Meski Presiden AS Donald Trump telah menunda kenaikan tarif impor produk China hingga 15 Desember, para pelaku pasar masih was-was terhadap perang dagang antara kedua negara tersebut. Pasar obligasi juga tengah dibayangi ancaman resesi ekonomi global. Ancaman ini muncul usai inversi
yield US Treasury kembali terjadi. Mengutip berita Kontan sebelumnya, Rabu (14/8) lalu posisi
yield US Treasury tenor 10 tahun berada di bawah tenor 2 tahun. Ini merupakan pertama kalinya spread kedua surat utang tersebut negatif sejak tahun 2007.
Yield US Treasury 10 tahun memang tengah mengalami penurunan. Sepanjang bulan Agustus, yield surat utang ini terus berada di bawah level 2%. Jumat (16/8),
yield US Treasury berada di level 1,55%.
Baca Juga: Ekonomi dinilai membaik, bank ancang-ancang perkuat modal Akan tetapi, yield SUN 10 tahun justru masih volatil dengan kecenderungan mengalami kenaikan. Berdasarkan data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), yield SUN 10 tahun memang turun dari level 7,43% di hari Kamis (15/8) ke level 7,35% pada Jumat (16/8). Namun, tren kenaikan masih terlihat mengingat pertengahan bulan lalu yield SUN 10 tahun pernah mendekati level 7,00%. Kondisi kontradiktif ini dinilai terjadi lantaran pasar obligasi Indonesia cukup rentan terhadap sentimen eksternal. Terlebih lagi, jumlah kepemilikan asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) telah di atas Rp 1.000 triliun. Investor asing ini tergolong aktif melakukan transaksi dan sensitif terhadap sentimen-sentimen global. Tak heran, ketika tensi perang dagang meningkat dan ancaman resesi ekonomi timbul, investor asing tersebut cenderung keluar dari pasar obligasi Indonesia.
Lihat saja, nilai kepemilikan asing telah berkurang Rp 7,28 triliun sepanjang Agustus berjalan menjadi Rp 1.005,76 triliun hingga Rabu (14/8) lalu.
Baca Juga: Indonesia Eximbank akan terbitkan obligasi dan sukuk, catat jadwalnya “Adanya
capital outflow akibat sentimen eksternal membuat yield SUN kerap mengalami kenaikan walau y
ield US Treasury sedang bergerak turun,” terang Ramdhan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini