Pasar obligasi tertekan pelemahan rupiah



JAKARTA. Pasar surat utang negara (SUN) terseret nilai tukar rupiah yang terus terpuruk terhadap dollar Amerika Serikat (AS).  Mengutip Bloomberg, Kamis (22/11), rupiah mencatatkan rekor terendah dalam empat tahun terakhir di level 11.705 terhadap dollar AS. Namun, Senin (25/11), rupiah di pasar spot sedikit menguat menjadi 11.510 per dollar AS. Toh, analis menilai, tren pelemahan rupiah masih akan terus berlanjut.

Kondisi ini membuat harga SUN seri acuan alias benchmark tertekan. Data Inter Dealer Market Association (IDMA) di Bloomberg menunjukkan, harga SUN seri FR0063, kemarin, terkoreksi 1,15% menjadi 81,431 dalam sepekan. Akibatnya, yield SUN dengan tenor 10 tahun ini melonjak 2,04% menjadi 8,52%.

Harga SUN seri FR0064 juga terkoreksi 1,64% menjadi 76,53 dan yield SUN bertenor 15 tahun ini naik 2,16% menjadi 9,068%. Adapun, harga seri SUN acuan lainnya yaitu FR0065 juga tertekan 1,36% menjadi 77,19. Dalam periode yang sama, yield SUN bertenor 20 tahun ini naik 1,59% menjadi 9,156%.  


Sedangkan, harga SUN seri FR0066 susut 0,47% menjadi 90,26. Akibatnya, yield SUN bertenor lima tahun ini mengalami kenaikan 1,70% menjadi 7,877% dalam sepekan.

Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas, Yudistira Slamet mengatakan, faktor utama yang memberi tekanan pada pasar surat utang memang pelemahan rupiah terhadap dollar AS. Menurutnya, pelemahan rupiah akan terus berlanjut hingga ke level 12.000 per dollar AS. Ini dapat berpotensi mengerek imbal hasil SUN bertenor 10 tahun ke level 8,75%. Saat ini, asing mulai khawatir terhadap pelemahan rupiah sehingga melepas kepemilikannya di surat utang negara.

"Kalau rupiah masih di kisaran 11.200 sampai 11.500 per dollar AS, asing masih toleran. Tapi, akan ada titik tertentu dimana asing akan melepaskan kepemilikan surat utangnya," jelas Yudistira.

Sentimen positif makro Indonesia seperti meredanya inflasi tidak cukup kuat mencegah dana asing keluar dari surat utang domestik.  Bila rupiah terus melemah, diprediksi hingga akhir tahun dana asing di obligasi berpotensi keluar hingga Rp 5 triliun. Menjelang akhir tahun, investor tidak ingin portofolio mereka negatif. Oleh karena itu, investor cenderung mengamankan posisi.

Tertekan US Treasury

Lana Soelistianingsih, akonom Samuel Sekuritas menuturkan, selain dipengaruhi oleh faktor internal, tertekannya pasar SUN juga tak terlepas dari faktor eksternal. Naiknya imbal hasil US Treasury dari 2,5% menjadi 2,7% turut memberikan sentimen negatif bagi pasar surat utang dalam negeri.

Meski demikian, faktor internal lebih dominan dalam pelemahan SUN kali ini. "Investor tengah mencermati hasil rapat The Fed tanggal 17-18 Desember. Apabila pemangkasan stimulus moneter ditunda, maka yield SUN bisa turun lagi," ucap Lana.

Merebaknya isu pemangkasan stimulus AS pada September lalu mengakibatkan yield SUN tenor 10 tahun naik ke level 8,9%. Selanjutnya, yield kembali turun ke level 7,5% pasca pengumuman penundaan pemangkasan stimulus. Lana bilang, jika stimulus tidak dipangkas pada tahun ini, yield SUN tenor 10 tahun bisa kembali lagi ke level 7,5% pada akhir tahun.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini