Pasar positif kalau harga BBM naik sekarang



JAKARTA. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini ketika presiden terpilih Joko Widodo meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengurangi subsidi sebelum masa pemerintahannya berakhir. 

Menanggapi isu tersebut, Morgan Stanley baru-baru ini merilis laporan mengenai reaksi pasar terhadap kemungkinan kenaikan harga BBM. Hozefa Topiwalla dan Aarti Shah dari Morgan Stanley Asia, Singapura, dalam laporan berjudul "Indonesia–Strategy, Fuel Price Hike: Team Jokowi vs The Fed" menyatakan, pasar akan bereaksi positif apabila subsidi BBM dikurangi ketika kondisi pendanaan asing sedang ramah seperti saat ini.  

Morgan Stanley menilai, penurunan yield obligasi 10 tahun Amerika Serikat, dari sekitar 3 persen pada Desember 2013 menjadi 2,4 persen saat ini, merupakan kondisi yang ramah bagi dana asing. 


"Kami percaya, kalau pemerintah berhasil menaikkan harga BBM sebelum yield obligasi 10 tahun Amerika Serikat kembali naik, hal tersebut akan mengurangi tekanan makro saat ini," tulis riset Morgan Stanley, yang diterima Kompas.com, Minggu (31/8/2014). 

Di sisi lain, apabila pemerintah gagal untuk menaikkan harga BBM sebelum The Fed berubah haluan terhadap kebijakan suku bunga, maka, seperti disebut dalam laporan tersebut, pasar Indonesia akan bereaksi negatif. "Para investor sepertinya akan fokus pada dampak jangka pendek terhadap keuntungan korporasi dari kebijakan kenaikan harga BBM," lanjut Hozefa-Aarti. 

Laporan itu menyebutkan, kenaikan harga BBM merupakan satu langkah sederhana, tetapi penting dan dibutuhkan segera untuk menjawab berbagai kelemahan makro Indonesia. Morgan Stanley mencontohkan kelemahan makro tersebut ada pada defisit ganda dan ketatnya likuiditas domestik. Pemerintahan di bawah Jokowi-JK dinilai mengerti bahwa BBM perlu dinaikkan selama empat tahun. "Pertanyaannya sekarang bukan lagi 'apabila', melainkan 'kapan' dan 'berapa banyak?'" sebutnya.

Ekonom Morgan Stanley, Deyi Tan, dalam laporannya melihat peluang Indonesia dapat menaikkan harga BBM. Pertama, pada akhir September 2014 ketika DPR meloloskan RAPBN 2015. Kedua, pada Januari 2015, ketika APBN 2015 dapat direvisi saat sudah berlaku. 

Laporan tersebut juga menunjukkan, defisit neraca migas akan membaik apabila kenaikan harga cukup signifikan. Oleh karena itu, Hozefa-Aarti optimistis, kenaikan harga akan memberikan dampak nyata terhadap defisit neraca migas apabila kenaikan lebih besar dari 30%. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia