Pasar produk ETF semakin sepi



JAKARTA. Transaksi Exchange Traded Fund (ETF) semakin sepi. Dalam situasi ini, produk ETF anyar masih akan mengisi pasar. Namun manajer investasi yang berminat menerbitkan ETF tidak bertambah.ETF merupakan produk investasi reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) dengan kelebihan dapat ditransaksikan atau diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) layaknya bertransaksi saham biasa. Data (BEI) menunjukkan volume perdagangan ETF saham sepanjang Mei 2014 turun menjadi 810.000 dibandingkan bulan April sebesar 993.000. Adapun nilai ETF pada Mei juga turun menjadi Rp 481,89 juta dibandingkan April yang Rp 528,09 juta. Namun dari segi frekuensi perdagangan meningkat dari 1.690 kali menjadi 2.698 kali.Nilai tersebut berasal dari lima produk ETF saham kelolaan PT Indo Premier Investment Management. Direktur Utama Indo Premier Investment Management, John Item mengatakan, sepinya transaksi dipengaruhi oleh momentum menjelang pemilihan umum presiden (pilpres) karena investor cenderung wait and see. "Tentu faktor pilpres mempengaruhi transaksi ETF. Namun prospeknya masih oke," ujar John kepada KONTAN, Kamis (19/6).Tak hanya ETF saham, Direktur Utama Bahana TCW Investment Managemen Edward Lubis mengakui, produk ETF berbasis obligasi kelolaannya juga kurang likuid. "Produk itu hanya dijual di perdana. Apabila ada yang mau menjual, kami yang membelinya karena yang mau menyerap sangat sedikit," ujar Edward. Menurut Direktur Marketing Bahana TCW Investment Management, Rukmi Proborini, pihaknya akan mengemas ulang produk ini dan meluncurkannnya kembali.Produk baruInfovesta Utama mencatat total dana kelolaan ETF secara year to date hingga akhir Mei 2014 tumbuh tipis menjadi Rp 2,23 triliun dibandingkan akhir tahun lalu yang sebesar Rp 2,081 triliun. Kenaikan dana kelolaan ditopang oleh peluncuran produk baru  Indo Premier Investment Management bernama Premier ETF SMInfra18.Kendati tidak likuid, produk ETF bakal bertambah. Indo Premier Investment Management berencana menerbitkan dua produk ETF baru, yaitu Green Fund ETF dan ETF Financials pada September nanti. Sedangkan Bahana TCW belum berencana menerbitkan produk ETF baru.  Bahana TCW fokus memperbesar ETF yang sudah dikelolanya.Selain mereka, manajer investasi lain belum melirik produk ETF. Direktur PT Panin Asset Management, Ridwan Soetedja cenderung memilih reksadana konvensional karena bisa dikelola aktif dibanding ETF yang hanya bergerak mengikuti acuannya. "Kami berpandangan reksadana bila dikelola secara aktif  memberikan return lebih tinggi dari ETF," ujar Ridwan.Analis Infovesta Utama, Viliawati mengatakan, belum likuidnya transaksi ETF disebabkan oleh produk yang masih relatif lebih baru. Dus, investor belum terlalu familiar terhadap produk tersebut. "Masalah likuiditas juga menjadi kekhawatiran apakah investor dapat bertransaksi pada waktu yang diinginkan dan spread harga jual-beli tipis," tutur dia.Pemahaman investor terhadap produk ETF juga masih terbatas. Tahun ini, ETF saham berpotensi meraih kinerja lebih tinggi dibanding ETF obligasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sofyan Hidayat