KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Produk herbal menjadi tren di tengah masyarakat. Obat-obatan herbal dinilai memiliki khasiat yang tidak kalah dengan obat kimia. Melihat peluang ini, PT Phapros Tbk (PEHA) menambah portofolio produknya dengan produk-produk herbal. Berdasarkan data yang dihimpun Kontan.co.id, anak perusahaan PT Kimia Farma (Persero) itu akan mengembangkan produk fitomarmaka. Asal tahu saja, di Indonesia produk herbal dikategorikan menjadi tiga, yakni fitofarmaka, obat herbal terstandar, dan jamu.
Baca Juga: Phapros (PEHA) Akan Membangun Pabrik Bahan Baku Obat Berdasarkan keterangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), fitofarmaka merupakan obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan denggan obat modern karena proses pembuatanya yang terstandar, dibuktikan dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Adapun produk yang tengah dikembangkan PEHA adalah obat herbal antikolesterol dan antidiabetes. Diperkirakan, pangsa pasar kedua produk ini akan cukup besar dan bertumbuh hingga 5% dalam 10 tahun ke depan. Adapun sejauh ini, dua dari tujuh produk fitofarmaka di Indonesia dimiliki oleh PEHA, yakni Tensigard dan X-Gra. Di sisi lain, produk herbal seperti jamu herbal dan suplemen masih menjadi penopang penjualan bagi PT Sido Muncul Tbk (SIDO). Berdasarkan laporan Keuangan SIDO sepanjang semester I 2019, penjualan jamu herbal dan suplemen bertumbuh hingga 11,3%
year on year (yoy) dari sebelumnya Rp 846,71 miliar menjadi Rp 943,1 miliar. Adapun penjualan segmen tersebut berkontribusi 66,8% dari total penjualan sepanjang semester I 2019 yang mencapai Rp 1,41 triliun. SIDO melihat prospek penjualan produk herbal ke depannya juga masih positif. Penjualan hingga kuartal III 2019 pun masih sesuai dengan target yang dipatok hingga akhir tahun.
Baca Juga: Kembangkan produk herbal, Phapros (PEHA) siap jadi pemain utama Fitofarmaka "Kami buktikan melalui pertumbuhan penjualan segmen herbal dan suplemen yang tumbuh
double digit hingga September 2019," terang Direktur Keuangan PT Sido Muncul Tbk. Leonard ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (27/10). Ketua Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia Dwi Ranny Pertiwi Zarman menyampaikan hal yang serupa. Industri jamu dan obat tradisional masih memilih prospek bertumbuh seiring dengan selesainya pelantikan presiden dan kabinetnya. "Bisnis lebih bergairah lagi," harap Dwi ketika dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (26/10). Menurut Dwi, meskipun memiliki potensi yang besar untuk bertumbuh, industri ini menghadapi tantangan berupa daya beli masyarakat yang lesu sepanjang 2019 berlangsung. Penurunan daya beli disebabkan oleh situasi politik yang sempat memanas. Sehingga, sepengamatan Dwi, sejauh ini terjadi penurunan penjualan sekitar 10%.
Baca Juga: Pabrikan Obat Menghentikan Produksi Obat Ranitidin Beberapa waktu sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap bahwa obat tradisional menjadi salah satu ujung tombak manufaktur dan ekonomi nasional bersama dengan sektor kosmetik. Kedua sektor tersebut dinilai memiliki keunggulan dari aspek bahan baku, berupa keanekaragaman hayati baik yang berasal dari darat maupun laut. Sektor ini juga dinilai memiliki prospek pasar yang luas ke depannya seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini