Pasar Saham dan Obligasi Diramal Menarik pada 2023, Begini Saran Manajer Investasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi dan saham dalam negeri akan kembali menarik pada tahun 2023. Hal ini didukung oleh kondisi ekonomi Indonesia yang tergolong solid meski banyak sentimen negatif yang membayangi, seperti ancaman resesi global, peningkatan Covid-19 di China, dan konflik Rusia-Ukraina.

Direktur Utama Trimegah Asset Management Antony Dirga mengatakan, ada tiga faktor yang akan mendukung perekonomian Indonesia ke depannya. Pertama, surplus komoditas yang bakal menguntungkan Indonesia, terutama bila konflik Rusia-Ukraina terus berlanjut.

Indonesia berpotensi memperoleh permintaan energi dari negara-negara yang mengalami krisis energi sehingga membuat kinerja ekspor komoditas Indonesia tetap kuat. Peluang pembukaan ekonomi di China juga berpotensi meningkatkan permintaan energi.


Kedua, kondisi fiskal Indonesia cukup bagus, tercermin dari kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2022 yang berada dalam jalur positif. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, kondisi keuangan negara masih membukukan surplus Rp 60,9 triliun per September 2022.

Baca Juga: OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit, Begini Efeknya Ke Emiten Perbankan

"Berbekal surplus ini, pemerintah Indonesia nantinya akan mampu melakukan belanja fiskal apabila ada ancaman terhadap ekonomi dalam negeri," kata Antony saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (28/11).

Faktor pendukung ketiga berasal dari gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Menurutnya, perputaran uang dari rangkaian pesta demokrasi ini akan meningkatkan konsumsi yang pada akhirnya bakal berdampak bagus bagi perekonomian.

Berbagai faktor tersebut menciptakan fundamental yang baik, terutama bagi pasar saham Indonesia. Oleh sebab itu, investor dapat memanfaatkan momen penurunan untuk membeli saham ataupun reksa dana saham.

Sementara itu, untuk obligasi maupun reksa dana pendapatan tetap, momen pembelian yang tepat diperkirakan terjadi pada semester 1 2023. Saat itu, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) diperkirakan mencapai puncaknya sehingga investor dapat memperoleh obligasi di harga murah.

Lalu, BI diprediksi akan mulai menurunkan suku bunga acuan di semester 2 2022. Sebagaimana diketahui, apabila suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun, begitu juga sebaliknya.

Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, obligasi negara (dalam negeri) dengan tenor panjang dapat menjadi pilihan menarik karena dinilai lebih aman. Mengingat, potensi perlambatan ekonomi pada tahun 2023 akan meningkatkan risiko kredit di beberapa negara.

Dana asing juga diperkirakan akan masuk lagi ke pasar obligasi Indonesia pada tahun depan sehingga akan menjadi pendorong kenaikan harganya.

"Di sisi lain, pelaku pasar juga perlu mencermati berbagai faktor yang dapat memengaruhi kondisi pasar, seperti kebijakan The Fed ke depannya serta keberlanjutan konflik Rusia-Ukraina," kata Budi, Rabu (30/11).

Baca Juga: Analis MNC Sekuritas Rekomendasikan Beli Saham BBTN, Ini Alasannya

Direktur Utama Batavia Prosperindo Aset Manajemen Lilis Setiadi menambahkan, dengan berbagai asumsi ekonomi yang tergolong baik, ia melihat kinerja pasar saham akan positif di 2023. Mulai dari pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah yang stabil serta laba bersih emiten yang tetap bertumbuh.

Meskipun begitu, volatilitas akan tetap tinggi mengingat kondisi perekonomian global masih sangat berubah-ubah.

"Oleh sebab itu, perlu kecermatan untuk memilih saham bukan hanya sektornya," ucap Lilis.

Menurutnya, ada sejumlah sektor yang akan positif pada tahun depan dan sudah terlihat perkembangannya dalam beberapa bulan terakhir, yaitu telekomunikasi, perbankan terutama bank-bank besar, dan properti khususnya yang unggul dalam produk-produk residential.

Tak jauh berbeda, Bahana TCW Invesment Management juga mengunggulkan telekomunikasi dan bank seiring dengan pemulihan ekonomi dan pertumbuhan kredit. Sektor energi seperti minyak, gas, dan pertambangan metal juga dapat menjadi pilihan karena adanya hilirisasi dan perkembangan industri. Sektor komoditas energi juga menjadi unggulan seiring adanya peluang pembukaan ekonomi di China yang dapat meningkatkan permintaan energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi