Pasar Saham dan Obligasi Tertekan, Investor Reksadana Beralih ke Reksadana Pasar Uang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana berbasis saham berhasil mencatatkan pertumbuhan dana kelolaan sepanjang April kemarin. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana kelolaan reksadana indeks dan reksadana saham masing-masing naik 4,87% dan 3,87% menjadi Rp 9,48 triliun dan Rp 129,35 triliun. 

CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menjelaskan, pertumbuhan AUM pada reksadana saham dan indeks ditopang oleh penguatan dari pasar saham  melalui IHSG yang menguat 2,23% sepanjang April 2022. Sementara itu, kinerja indeks reksadana sahan yang tercermin  dari Edvisor Total Equity Funds Index juga menguat 3,20% di periode yang sama. 

Namun, reksadana berbasis saham lainnya, yakni reksadana global justru mengalami penurunan AUM sebesar 4,45% menjadi Rp 18,67 triliun. 


“Sementara penurunan di reksadana global, yakni reksa dana saham global syariah, diperkirakan dipicu oleh penurunan unit akibat net redemption seiring dengan pelemahan kurs rupiah yang menyentuh di atas Rp 14.500 per dolar AS,” ujar Praska kepada Kontan.co.id, Jumat (13/5).

Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana Berpotensi Tumbuh pada Bulan Mei 2022

Memasuki bulan Mei, Praska melihat kondisi pasar yang kurang stabil bisa membuat dana kelolaan industri reksadana kembali tertekan. Dengan sentimen kenaikan suku bunga yang semakin santer,  kinerja indeks reksadana, baik jenis saham maupun pendapatan tetap sejauh ini sudah tertekan. 

Hal ini terlihat dari IHSG yang sudah turun -8,7% secara MTD hingga 13 Mei 2022. Indeks SBN melalui Edvisor Total Government Bonds Index pun juga sudah turun -2.06% di periode yang sama. 

Menurut Praska, reksadana berbasis pendapatan tetap yang berpotensi paling tergerus oleh penurunan nilai pasar aset surat utang, terutama SBN.

Namun, kondisi tersebut dinilai akan menguntungkan reksadana pasar uang. Praska bilang, secara umum, reksadana pasar uang berpotensi menjadi peralihan dana investor di tengah fluktuasi pasar akibat isu kenaikan suku bunga acuan dan terganggunya pemulihan ekonomi. 

“Namun, reksadana pendapatan tetap yang punya penempatan di obligasi korporasi atau SBN tenor pendek juga berpeluang menjadi alternatif penempatan karena risiko fluktuasi yang diperkirakan lebih rendah,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi