Pasar saham masih rentan tekanan, sejumlah saham LQ45 bisa jadi incaran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai sentimen negatif tampaknya belum kunjung usai menekan kinerja pasar saham dalam negeri. Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun masih mencatat kinerja negatif 7,93%.

Sejalan, indeks LQ45 yang terdiri dari saham-saham berkapitalisasi besar dan paling likuid di pasar, ikut tertekan. Indeks LQ45 bahkan mencatat koreksi lebih dalam mencapai 14,15% secara year to date (ytd).

Kendati demikian, investor saham yang berorientasi jangka panjang sebaiknya memanfaatkan kondisi koreksi saat ini untuk mencermati saham dengan lebih jeli. Tak sedikit, saham yang memiliki fundamental dan prospek kinerja positif kini sudah terdiskon harga. Saham-saham tersebut juga berpotensi mengalami kenaikan harga saat pasar pulih kembali nanti.


Kepala Riset PT Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe, misalnya, masih optimistis IHSG akan kembali rebound dan menyentuh level 6.500 pada akhir tahun nanti. Oleh karena itu, ia menyarankan agar investor mengincar saham-saham penggerak indeks yang ada dalam LQ45 untuk saat ini.

"Saham perbankan misalnya, saya merekomendasikan BBRI dan BBNI karena keduanya penggerak indeks, valuasinya sudah cukup murah, dan kinerja keuangannya masih bagus," ujar Kiswoyo, Jumat (7/9).

Selain sektor perbankan, ia juga menjagokan saham pemimpin di sektor konsumer dan telekomunikasi, yaitu UNVR dan TLKM. Ia memprediksi, saham UNVR berpotensi mencapai harga Rp 60.000 per saham di tahun depan. Sementara, kinerja keuangan TLKM di paruh kedua tahun ini diproyeksi bisa membaik lantaran telah berhasil meluncurkan satelit terbaru Merah Putih pada pertengahan tahun ini.

Sementara, analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra, mengatakan, ia lebih merekomendasikan saham-saham yang reaksinya minim terhadap sentimen negatif belakangan ini. Sebaliknya cermati saham yang memiliki peluang di tengah sentimen, seperti sektor perkebunan khususnya minyak sawit mentah (CPO).

"Pemerintah sudah memberlakukan kebijakan biodisel B20 dan dari saham SSMS bisa menjadi pilihan karena bergerak di sektor CPO meski bukan produsen B20. SSMS juga ada dalam LQ45 juga," ujar Aditya, Jumat (7/9).

Atau, saham yang berpeluang memperoleh keuntungan dari pelemahan rupiah juga bisa dicermati, seperti SRIL di antaranya. Aditya mengatakan, kontribusi ekspor dari total pendapatan emiten tekstil mencapai 55%. Adapun, sekitar 70% dari ekpor SRIL ditujukan ke negara-negara Asia sehingga seharusnya tidak begitu terpengaruh oleh kebijakan dagang yang proteksionis yang terjadi di Amerika Serikat (AS).

Selain itu, Aditya enggan merekomendasikan saham-saham di sektor perbankan, ritel, maupun konsumer untuk saat ini. "Soalnya volatilitas di sektor itu tinggi, kalau naik memang bisa naik banyak, tapi kalau turun turunnya juga bisa dalam sekali," kata dia.

Namun, ia sepakat bahwa saham TLKM patut jadi pertimbangan. Pasalnya, secara teknikal. valuasinya sudah mencapai level bottom. Lantas, pelemahan harga saham TLKM ke depan akan cenderung terbatas. Menurut Aditya, sentimen positif dan kinerja keuangan berikutnya yang lebih baik akan mengangkat harga saham emiten telekomunikasi ini naik lagi.

Selain ikut menjagokan SRIL, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji juga menjadikan saham ASII dan WSBP sebagai saham gacoannya saat ini. Selain merupakan saham penggerak indeks, Nafan menilai ASII memiliki keunggulan lantaran anak usahanya yang bergerak dalam bidang bisnis yang terdiversifikasi.

"Astra sendiri produksi kendaraannya meningkat dan sedang fokus mengembangkan bisnis digital. Anak usahanya, UNTR juga prospektif seiring kenaikan harga komoditas batubara. Juga AALI yang kinerjanya terkait dengan kebijakan B20," papar Nafan, Jumat (7/9).

Dari segi valuasi, saat ini saham ASII juga masih memiliki rasio PE 14,59 kali. Saham SRIL jauh lebih murah lagi karena rasio PE nya cuma 5,02 kali

Untuk itu, Nafan memberi rekomendasi beli ASII dengan target harga jangka panjang Rp 8.500 per saham. Ia juga merekomendasikan beli SRIL dengan target harga Rp 428 per saham.

Sementara, Aditya memberi rekomendasi tahan TLKM dengan memasang target harga Rp 3.600 per saham. Kiswoyo jauh lebih optimistis merekomendasikan beli TLKM dengan target harga Rp 5.000 per saham di akhir tahun nanti.

Selain itu, Kiswoyo juga memberi rekomendasi beli saham BBRI dengan mematok target harga Rp 4.000 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati