Pasar Saham Mendapat Sokongan Katalis Positif dari Siklus Pemangkasan Suku Bunga AS



MOMSMONEY.ID - Data ekonomi Amerika Serikat (AS) menguat, pandangan pelaku pasar terhadap The Fed untuk tidak terburu-buru memangkas suku bunga menjadi semakin valid. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memproyeksikan dampak kondisi tersebut terhadap pasar saham Indonesia. 

Samuel Kesuma, CFA, Senior Portfolio Manager, Equity MAMI menjelaskan dalam keterangan tertulis, data ekonomi AS menunjukkan angka yang lebih kuat dari ekspektasi dan hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan ekspektasi di pasar. 

Ekspektasi mengenai suku bunga AS di tahun ini telah berkurang menjadi 85 basis poin (bps) dari 150 bps di awal tahun, sehingga akan lebih selaras dengan proyeksi dot plot The Fed. 


Namun, perubahan ekspektasi ini juga Samuel lihat bisa menyebabkan volatilitas di pasar global. Seperti, imbal hasil US Treasury jadi cenderung meningkat dan nilai tukar dollar AS kembali menguat. 

Walau demikian, kondisi tersebut tidak mengubah pandangan The Fed, di mana Ketua The Fed Jerome Powell dalam testimoninya di Kongres AS masih optimistis bahwa suku bunga dapat diturunkan tahun ini. 

Samuel menambahkan, selama tiga siklus penurunan suku bunga The Fed sebelumnya, indikator makro dan pasar finansial Indonesia menunjukkan hasil yang positif. 

Begitupun, meski ada padangan dari pelaku pasar, bahwa The Fed tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga acuannya, Samuel mengatakan siklus pemangkasan The Fed di tahun ini tetap akan terjadi dan diharapkan dapat memberikan hasil positif di Indonesia. 

Jika dilihat, kondisi inflasi domestik yang terjaga membuka ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga juga nantinya. Memang dalam jangka pendek, BI diperkirakan masih akan mempertahankan postur pro-stabilitas, menahan suku acuan di 6%, untuk menjaga selisih suku bunga agar tetap menarik, sebagai dampak dari nilai tukar rupiah yang masih relatif rentan terhadap sentimen global. 

Peluang untuk mengalihkan kebijakan moneter ke arah pro pertumbuhan lebih terbuka ketika terdapat indikasi yang lebih jelas terkait potensi pemangkasan suku Bunga The Fed dan fluktuasi nilai tukar mereda.

Pelonggaran moneter akan mendorong normalisasi likuiditas domestik, setelah sebelumnya demi menjaga stabilitas eksternal, BI melakukan pengetatan likuiditas. Peluang pergeseran ini diperkirakan akan terjadi bersamaan dengan pelonggaran suku bunga The Fed. 

Likuiditas yang membaik dapat memberikan dukungan yang lebih baik terhadap aktivitas perekonomian dan sentimen di pasar finansial. Selain kebijakan suku bunga, diperkirakan BI dapat melonggarkan kebijakan moneternya dengan menggunakan alat kebijakan non-suku bunga, seperti menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebelum mulai menurunkan suku bunga BI. Secara historis penurunan GWM terjadi sebelum siklus penurunan suku bunga BI seperti pada tahun 2015 dan 2019.

“Kondisi likuiditas yang diharapkan lebih baik dan pemilu yang berjalan aman diharapkan dapat mendukung penguatan pasar saham Indonesia secara lebih berkelanjutan," kata Samuel dalam keterangan tertulis. 

Selain itu, optimisme terhadap peningkatan aktivitas perekonomian dan kondisi moneter yang lebih akomodatif diharapkan dapat meningkatkan minat investasi investor domestik dan aliran likuiditas ke pasar saham Indonesia. 

Di tengah kondisi global yang dinamis, Samuel menyarankan investor untuk mengambil posisi yang berimbang pada konstruksi portofolio, dengan mengombinasikan elemen potensi katalis jangka pendek, defensif, dan potensi struktural jangka panjang.

Untuk jangka pendek, sektor-sektor yang diuntungkan dari pemangkasan suku bunga (interest rate sensitive) seperti di perbankan, properti, tower telekomunikasi, dan konsumer non-primer. 

Untuk strategi defensif, sektor telekomunikasi menjadi pilihan karena karakteristik industri cenderung resilience mengingat data merupakan kebutuhan pokok dan potensi kinerja emiten yang baik.

Adapun untuk potensi pertumbuhan struktural, sektor yang berhubungan dengan bahan baku untuk industri energi baru terbarukan. Transisi menuju era dekarbonisasi menguntungkan bagi Indonesia yang kaya akan komoditas yang digunakan dalam teknologi energi baru terbarukan.

Baca Juga: IHSG Ditutup Melorot 0,35% pada Perdagangan Saham 18 Maret 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Danielisa Putriadita