KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham unjuk gigi di awal semester II-2023. Sementara tren positif pasar obligasi dari awal hingga pertengahan tahun, harus tertahan di bulan Juli 2023. Dalam riset yang dibagikan Kamis (10/8), Schroders Indonesia memaparkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik sebesar 4,045% secara bulanan (MoM) menjadi 6.931,36 pada akhir perdagangan di bulan Juli 2023. Kinerja apik IHSG didukung musim laporan hasil keuangan, di mana beberapa perusahaan mulai melaporkan angka kuartal II-2023. IDX Sector Energy, IDX Sector Basic Materials & IDX Sector Consumer Cyclical mencatat kenaikan tertinggi masing-masing sebesar 10,71%, 10,18%, dan 5,88% secara bulanan.
Harga minyak dan batubara mengalami tren penguatan jangka pendek setelah berada dalam kondisi lesu selama beberapa bulan. Foreign Direct Investment (FDI) tumbuh 17% secara tahunan (YoY) atau Rp 363,3 triliun pada semester I-2023, dengan industri logam dasar dan barang logam menjadi yang paling diminati. Selain itu, ada pencatatan saham (IPO) baru dari sektor ini selama bulan Juli.
Baca Juga: Inisiatif Strategis SRO, OJK, dan BEI dalam Mendorong Pertumbuhan Pasar Modal Memasuki semester II-2023, bank-bank juga mulai meningkatkan penyaluran pinjaman, terutama di segmen konsumen. Faktor-faktor inilah yang mengangkat performa saham dari sektor-sektor tersebut. Penguatan pasar saham domestik sejalan dengan sebagian besar indeks global yang mengalami kenaikan positif pada Juli 2023. Misalnya saham Amerika Serikat (AS) menutup bulan lalu dengan cukup kuat karena inflasi terus menurun dan ekonomi AS tetap tangguh. The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,5%, sesuai dengan konsensus, menandai suku bunga tertinggi sejak Januari 2001. Bank sentral AS masih terbuka untuk menaikkan suku bunga lagi dalam FOMC bulan September, jika data ekonomi tidak menunjukkan ada tanda-tanda perlambatan. Pejabat The Fed menyebutkan bahwa mereka tidak lagi memperkirakan resesi di tahun ini. Ekonomi AS tumbuh sebesar 2,4% secara kuartalan (QoQ) di kuartal kedua 2023. Investor melihat beberapa tanda-tanda pertumbuhan yang lebih baik dari sektor industri karena produksi industri China naik sebesar 4,4% YoY pada Juni 2023 dari 3,5% pada bulan sebelumnya.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap Melandai pada Juli, Intip Prospeknya ke Depan Sementara itu, inflasi di zona Eropa turun menjadi 5,3% pada bulan Juli, turun dari 5,5% pada bulan sebelumnya yang menjadi tingkat inflasi terendah sejak Januari 2022. Schroders memandang Indonesia sendiri masih menawarkan fundamental yang solid dari sisi makro dan pendapatan perusahaan karena ekspektasi pertumbuhan PDB dan pendapatan korporasi diharapkan tetap tangguh untuk tahun 2023. Menurut Investment Specialist Schroders Indonesia, Rizky Hidayat, pasar saham Indonesia saat ini diperdagangkan dengan valuasi 13 kali yang lebih murah dibandingkan dengan negara-negara seperti AS, Jepang, atau bahkan India. Selama investor asing tidak memiliki banyak pilihan berinvestasi di pasar saham negara lain, maka risiko downside di pasar saham domestik cukup terbatas. Namun volatilitas pasar diperkirakan terus berlanjut terkait ketakutan resesi global, kebisingan dari krisis perbankan AS, dan situasi geopolitik. Dari sisi domestik, risiko permintaan dalam negeri yang lesu dan kebisingan politik yang akan datang termasuk di antara faktor yang perlu diperhatikan. Berbanding terbalik, performa pasar surat utang datar dalam sebulan terakhir karena valuasi obligasi saat ini sudah terbilang mahal. Yield obligasi pemerintah Indonesia 10 tahun sedikit meningkat sebesar 2,5bps menjadi 6,268% MoM di bulan Juli.
Baca Juga: Reksadana Pendapatan Tetap Catatkan Return Tertinggi, Simak Prospeknya Imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun telah mencapai level yang ketat di 6,2%, sementara The Fed masih bisa menaikkan suku bunga karena data makro AS yang solid. Bank sentral AS masih mengindikasikan kemungkinan kenaikan suku bunga, sementara pemotongan suku bunga acuan BI mungkin akan ditunda hingga tahun 2024.
Rizky mencermati pasar obligasi dalam jangka pendek diperkirakan bakal ada koreksi teknis dan ruang untuk lebih banyak reli di pasar obligasi terbatas akibat minimnya katalis. Kemungkinan bakal terjadi koreksi teknikal waktu dekat terutama dari investor asing karena melihat valuasi yang cukup mahal. Terlepas dari hal itu, fundamental domestik yang solid, inflasi yang terjaga dengan baik, suku bunga yang sudah memuncak dan nilai tukar yang relatif stabil diyakini masih akan mendukung pasar obligasi Indonesia tetap menarik ke depannya. “Kami cukup positif namun sedikit ke netral karena valuasi pasar obligasi yang sudah cukup mahal,” kata Rizky kepada Kontan.co.id, Kamis (10/8). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari