KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat masyarakat terhadap produk Surat Berharga Negara (SBN) ritel diprediksi masih bakal tinggi di tahun 2024. Besaran kupon yang ditawarkan menjadi daya tarik utama bagi investor SBN.
Chief Dealer Fixed Income & Derivatives PT Bank Negara Indonesia (BNI) Fudji Rahardjo meyakini, partisipasi investor SBN ritel masih akan cukup besar di tahun 2024. Di mana, saat ini banyak investor baru yang sudah masuk ke dalam produk-produk SBN, baik SBN ritel maupun non ritel dikarenakan edukasi sudah meluas di masyarakat. Saat ini tren pergerakan obligasi dinilai masih melihat pergerakan inflasi Amerika Serikat (AS) dan juga luar negeri. Serta, masih menunggu perkembangan situasi geopolitik dan pemantauan data inflasi baik dalam negeri dan luar negeri.
Fudji menjelaskan, besaran kupon SBN Ritel kemungkinan masih kompetitif mengingat prospek penurunan suku bunga acuan domestik bakal terlaksana di paruh kedua 2024. Ini artinya masih ada kondisi suku bunga tinggi yang berefek pada tingginya kupon obligasi yang ditawarkan.
Baca Juga: Ada Sentimen Pemilu, Simak Saham-Saham Pilihan Analis di 2024 “Penurunan suku bunga acuan kemungkinan besar masih akan terjadi pada kisaran semester kedua tahun depan,” ujar Fudji kepada Kontan.co.id, Jumat (22/12). Fudji menyebutkan, imbal hasil atau
return SBN Ritel nantinya akan mengikuti suku bunga acuan pada saat penerbitan. Dengan kemungkinan imbal hasil SBN tenor 10 tahun sebagai acuan bergerak pada rentang 5,5% - 6,4%, maka besaran kupon SBN ritel berpotensi berada di kisaran 4,5% - 5,5% di tahun 2024. Dia memaparkan bahwa tahun pemilihan umum (pemilu) secara tidak langsung akan berpengaruh kepada harga SBN dan kupon untuk penerbitan SBN baru. Selain Indonesia, beberapa negara juga mengadakan pemilu di tahun 2024, salah satunya Amerika Serikat. “Tren penurunan suku bunga tentunya akan menarik bagi investor dapat membeli obligasi saat harga masih rendah dan menjual ketika suku bunga kembali mengalami penurunan,” imbuh Fudji.
SVP, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi Riawan mengatakan, besaran imbal hasil SBN ritel di tahun depan akan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dari internal, faktor utama yang akan mempengaruhi adalah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan. Sementara dari ekstenal, faktor utama yang mempengaruhi adalah kondisi perekonomian global, khususnya kebijakan The Fed terkait suku bunga dan
tapering, serta perkembangan pandemi Covid-19. “Produk SBN ritel, baik yang berbasis surat utang konvensional maupun syariah diproyeksi masih akan positif di tahun 2024,” ungkap Reza kepada Kontan.co.id, Jumat pekan lalu.
Baca Juga: Harapan Suku Bunga Turun Mengangkat Harga Emas Jelang Akhir Tahun Reza menilai, kemungkinan minat tinggi investor didukung oleh The Fed yang diprediksi tidak akan mengerek suku bunga acuannya lagi. Sehingga mendorong permintaan pada obligasi domestik termasuk SBN ritel. Selain itu, terdapat potensi penerbitan SBN bakal lebih tinggi pada 2024, yang tidak terlepas dari realisasi defisit anggaran berada jauh di bawah target. Per semester I - 2023, posisi APBN surplus Rp152,3 triliun atau defisit 0,71% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini jauh berada di bawah target defisit sebesar 2,84% terhadap PDB yang dipatok pemerintah. Sementara target defisit anggaran 2024 dalam RAPBN dipatok di 2,29% atau lebih rendah dari target 2023. Namun secara nilai, terdapat kenaikan dari Rp 486,4 triliun menjadi Rp522,8 triliun. Reza menjelaskan, kenaikan nilai defisit anggaran APBN mengindikasikan kenaikan pasokan di pasar Surat Utang Negara (SUN). Kenaikan pasokan surat utang juga berpotensi terjadi di level global mengingat adanya fenomena bond tsunami di Amerika Serikat.
Editor: Tendi Mahadi