Pasar SBN Ritel Diyakini Tetap Semarak pada Tahun 2024, Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memproyeksikan pasar Surat Berharga Negara (SBN) ritel di 2024 akan tetap semarak. Capaian di 2023, potensi penurunan suku bunga global, dan solidnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri menjadi pendorongnya.

Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan sepanjang tahun tahun ini pemerintah menerbitkan SBN ritel sebanyak tujuh kali. Dari enam SBN ritel yang telah ditawarkan, pemerintah telah memperoleh dana Rp 127,4 triliun.

Capaian tersebut masih berpotensi bertambah sebesar Rp 19,5 triliun dari penawaran Sukuk Tabungan seri ST011 yang baru akan ditutup pada Rabu (6/12). Adapun per Selasa (5/12) pukul 15.28 WIB, penjualan ST011 telah mencapai Rp 19,44 triliun.


Dengan demikian, penerbitan SBN ritel sepanjang tahun ini melampaui target pemerintah sebesar Rp 130 triliun. Juga, jauh di atas realisasi tahun 2022 sebesar Rp 107,4 triliun.

Baca Juga: Inilah Portofolio Investasi yang Diprediksi Jadi Incaran Banyak Investor Tahun 2024

"Capaian ini menggembirakan di tengah dinamisnya kondisi pasar keuangan domestik yang banyak dipengaruhi ketidakpastian global, seperti tingginya inflasi, tingkat suku bunga di negara maju serta perlambatan ekonomi dunia," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (4/12).

Berkaca dari hasil itu, Deni memperkirakan investasi SBN Ritel di 2024 masih semarak. Dari dalam negeri didorong kondisi perekekonomian nasional yang solid dengan pertumbuhan ekonomi yang positif dan tingkat inflasi yang terkendali. 

Demikian juga dengan faktor global, seperti tingkat inflasi di negara-negara maju yang semakin membaik sehingga berpotensi menurunkan tingkat suku bunga.

Deni pun memproyeksikan tingkat bunga secara umum di 2024 akan lebih stabil dan cenderung menurun pada semester II. Ini seiring proyeksi para analis terkait potensi penurunan tingkat inflasi dan suku bunga di negara maju.

Baca Juga: Investasi Saham Pilihan Favorit Tahun 2024

"Namun demikian, kupon SBN Ritel akan tetap menarik karena selalu ditetapkan berdasarkan kondisi pasar terkini dengan level yang lebih tinggi dari tingkat inflasi domestik serta pengenaan tarif pajak atas kupon yang lebih rendah," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi