Pamor Pasar Seni Kuta di Denpasar, Bali meredup sejak pusat perbelanjaan modern mulai menjamur di kawasan Kuta. Akibatnya, omzet pedagang di Pasar Seni Kuta pun turun drastis. Apalagi, pengelola pasar modern kini juga gandeng pengelola biro perjalanan di Bali untuk memboyong wisatawan mampir ke pasar modern.Berdiri tahun 1965, Pasar Seni Kuta di Denpasar, Bali menjadi salah satu tempat belanja favorit bagi wisatawan di Pulau Dewata tersebut. Namun, pamor pasar ini belakangan meredup akibat maraknya pembangunan pusat perbelanjaan modern atau pasar modern di Kuta. Pasar modern ini mulai ramai bercokol sejak tahun 2000-an. Banyak wisatawan kini memilih berbelanja ke pasar modern ketimbang di Pasar Seni Kuta yang notabene adalah pasar tradisional. Alhasil, omzet pedagang di Pasar Seni Kuta kini menciut. Sejumlah pusat perbelanjaan modern memang tampak mengimpit Pasar Seni Kuta. Contohnya, Matahari Kuta Square yang berada persis di depan Pasar Seni Kuta. Sementara di sebelahnya juga berdiri sejumlah pusat perbelanjaan modern lainnya. Sekilas, pasar modern itu menjadi satu kesatuan dengan Pasar Seni Kuta yang jauh lebih dulu ada.Para pedagang di pasar ini mengaku kalah bersaing karena banyak pengelola pasar modern sudah bekerja sama dengan pengelola biro perjalanan di Bali. "Nah, pemandu dari biro perjalanan itu mengajak wisatawan belanja ke pasar modern," kata Made Mudani, pedagang di Pasar Seni Kuta. Ketika KONTAN berada di pasar ini, pengunjung memang tampak sepi. Sebagian besar pedagang pun hanya terlihat duduk-duduk sambil ngerumpi di depan kios masing-masing. Meskipun ada turis yang lalu lalang, tapi sedikit saja yang tertarik untuk membeli.Selain nyaman, banyak wistawan memilih belanja di pasar modern karena produk yang dijual sama dengan di Pasar Seni. Tak hanya produk, harga yang ditawarkan juga tak jauh berbeda. Hanya saja, harga di pasar tradisional bisa ditawar. Menurut Mudani, penurunan pengunjung ini semakin terasa sejak dua bulan terakhir. "Kadang dalam beberapa hari pernah tak ada pembeli satu potong kain pun," katanya.Mudani bilang, sepanjang tahun 2000-an, ia masih bisa meraup omzet Rp 800.000-Rp 1 juta per hari. Namun saat ini, omzetnya hanya sekitar Rp 300.000 per hari.Kondisi itu juga dirasakan pedagang lainnya. Contohnya, Ni Made Surami. Saat ini, omzetnya hanya sekitar Rp 500.000 per hari. Padahal, sebelum pasar modern merebak, ia bisa meraup omzet Rp 1 juta per hari. "Penurunan terjadi sejak pasar modern menjamur di kawasan Kuta," ujar Surami. Pedagang lainnya, Bae Dowi bilang, sepinya pembeli di Pasar Seni Kuta sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Namun, baru semakin terasa tahun ini.Ia membenarkan, banyak pengelola pasar modern bekerja sama dengan pengelola biro perjalanan ke Bali. "Sekarang yang kebanjiran pembeli justru pasar modern," paparnya.Ia mengaku, omzetnya kini hanya sebesar Rp 700.000 per hari. Sebelumnya, ia masih bisa meraup pendapatan hingga mencapai Rp 1,5 juta per hari. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pasar Seni Kuta: Terdesak pasar modern (2)
Pamor Pasar Seni Kuta di Denpasar, Bali meredup sejak pusat perbelanjaan modern mulai menjamur di kawasan Kuta. Akibatnya, omzet pedagang di Pasar Seni Kuta pun turun drastis. Apalagi, pengelola pasar modern kini juga gandeng pengelola biro perjalanan di Bali untuk memboyong wisatawan mampir ke pasar modern.Berdiri tahun 1965, Pasar Seni Kuta di Denpasar, Bali menjadi salah satu tempat belanja favorit bagi wisatawan di Pulau Dewata tersebut. Namun, pamor pasar ini belakangan meredup akibat maraknya pembangunan pusat perbelanjaan modern atau pasar modern di Kuta. Pasar modern ini mulai ramai bercokol sejak tahun 2000-an. Banyak wisatawan kini memilih berbelanja ke pasar modern ketimbang di Pasar Seni Kuta yang notabene adalah pasar tradisional. Alhasil, omzet pedagang di Pasar Seni Kuta kini menciut. Sejumlah pusat perbelanjaan modern memang tampak mengimpit Pasar Seni Kuta. Contohnya, Matahari Kuta Square yang berada persis di depan Pasar Seni Kuta. Sementara di sebelahnya juga berdiri sejumlah pusat perbelanjaan modern lainnya. Sekilas, pasar modern itu menjadi satu kesatuan dengan Pasar Seni Kuta yang jauh lebih dulu ada.Para pedagang di pasar ini mengaku kalah bersaing karena banyak pengelola pasar modern sudah bekerja sama dengan pengelola biro perjalanan di Bali. "Nah, pemandu dari biro perjalanan itu mengajak wisatawan belanja ke pasar modern," kata Made Mudani, pedagang di Pasar Seni Kuta. Ketika KONTAN berada di pasar ini, pengunjung memang tampak sepi. Sebagian besar pedagang pun hanya terlihat duduk-duduk sambil ngerumpi di depan kios masing-masing. Meskipun ada turis yang lalu lalang, tapi sedikit saja yang tertarik untuk membeli.Selain nyaman, banyak wistawan memilih belanja di pasar modern karena produk yang dijual sama dengan di Pasar Seni. Tak hanya produk, harga yang ditawarkan juga tak jauh berbeda. Hanya saja, harga di pasar tradisional bisa ditawar. Menurut Mudani, penurunan pengunjung ini semakin terasa sejak dua bulan terakhir. "Kadang dalam beberapa hari pernah tak ada pembeli satu potong kain pun," katanya.Mudani bilang, sepanjang tahun 2000-an, ia masih bisa meraup omzet Rp 800.000-Rp 1 juta per hari. Namun saat ini, omzetnya hanya sekitar Rp 300.000 per hari.Kondisi itu juga dirasakan pedagang lainnya. Contohnya, Ni Made Surami. Saat ini, omzetnya hanya sekitar Rp 500.000 per hari. Padahal, sebelum pasar modern merebak, ia bisa meraup omzet Rp 1 juta per hari. "Penurunan terjadi sejak pasar modern menjamur di kawasan Kuta," ujar Surami. Pedagang lainnya, Bae Dowi bilang, sepinya pembeli di Pasar Seni Kuta sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Namun, baru semakin terasa tahun ini.Ia membenarkan, banyak pengelola pasar modern bekerja sama dengan pengelola biro perjalanan ke Bali. "Sekarang yang kebanjiran pembeli justru pasar modern," paparnya.Ia mengaku, omzetnya kini hanya sebesar Rp 700.000 per hari. Sebelumnya, ia masih bisa meraup pendapatan hingga mencapai Rp 1,5 juta per hari. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News