KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar penyewaan
crane nasional diprediksi tumbuh pesat selama 2018-2022. Hal ini didorong oleh dua mesin pertumbuhan, yakni geliat sektor konstruksi di tengah maraknya proyek infrastruktur pemerintah serta booming harga komoditas. Solidiance, konsultan strategi perusahaan memprediksi, rata-rata pertumbuhan tahunan atau
compound annual growth rate (CAGR) pasar crane Indonesia mencapai 6,2%, sehingga bakal menyentuh US$ 574 juta pada 2022 dari US$ 425 juta di tahun 2017. Pertumbuhan itu melampaui CAGR 2014-2017 sebesar 5,7%. Analis UOB Adrianus Bias Prasuryo dalam risetnya menjelaskan, pertumbuhan pasar
crane selama 2014-2017 terbilang rendah, karena hanya dimotori oleh sektor konstruksi dan migas dengan kontribusi masing-masing 58% dan 24%. "Adapun sektor lain, seperti pertambangan tidak banyak membutuhkan
crane untuk menunjang operasional, karena harga melemah,” kata Adrianus Bias Prasuryo dalam laporan riset, belum lama ini.
Ceritanya berbeda mulai 2018. Sebab, harga komoditas unggulan ekspor seperti batubara dan minyak mentah menguat tajam. Keadaan ini mendorong pemain migas dan pertambangan berekspansi, sehingga membutuhkan infrastruktur penunjang, seperti
crane. Pada saat yang sama, proyek infrastruktur masih marak, sehingga memacu industri konstruksi. Alhasil, pertumbuhan sewa
crane lebih tinggi. Selama ini, tiga sektor itulah pengguna utama
crane. Adapun pengguna lainnya antara lain kontraktor pekerjaan sipil, kontraktor proyek infrastruktur melayang (
elevated) yang mencakup jalan tol, angkutan transportasi massal (MRT, LRT, dan kereta cepat), serta jembatan, lalu kontraktor
engineering, procurement, and construction (EPC) pembangunan dan perawatan pabrik manufaktur, kontraktor EPC pembangkit listrik, dan perusahaan eksplorasi dan kilang minyak. Dia mencatat, pasar penyewaan
crane Indonesia lebih seksi dari Thailand. Ini terlihat pada nilai pasar dan jumlah unit yang tersedia. Sebagai ilustrasi, nilai pasar
critical crane yang berkapasitas angkut di atas 200 ton Indonesia mencapai US$ 32 juta pada 2017, mengalahkan Thailand dan Malaysia. Solidiance memprediksi CAGR segmen
critical crane mencapai 9,1% selama 2017-2022, sehingga bakal menyentuh US$ 69 juta pada 2022, melampaui industri yang hanya 6,2%. Ini akan ditopang peningkatan permintaan dari proyek konstruksi, migas, dan pertambangan. Crane jenis ini dibutuhkan di proyek pembangkit listrik, kilang, dan pabrik pengolahan dan pemurnian (
smelter) mineral. Selain
critical crane, terdapat dua kategori lainnya, yakni
heavy lifting crane berkapasitas angkut 101 ton-199 ton dan
basic lifting crane berkapasitas angkut kurang dari 100 ton. Total populasi
crane di Indonesia mencapai 4.652 unit. Dari jumlah itu, sebanyak 90% dimiliki perusahaan rental, 8% kontraktor, dan sisanya dipegang pemilik langsung. Selanjutnya, sebanyak 28% crane di pasar dimiliki oleh 12 pemain rental besar. Sementara itu,
noncritical crane berkontribusi 98% terhadap total populasi. Adapun segmen
critical lifting crane didominasi pemain asing.
Adrianus menyatakan, ada empat kategori pemain rental crane di Indonesia. Pertama, pemain asing, antara lain Mammoet dan Sarens, yang merupakan pemain nomor satu dan dua dunia, lalu Tat Hong, pemain terbesar di Asean yang berbasis di Singapura. Kedua, pemain lokal murni, seperti PT Superkrane Mitra Utama Tbk, Lemo Crane. Ketiga, pemain lokal kecil, terutama di segmen noncritical, seperti Rimasa, Indo Crane, dan CHS. Terakhir, perusahaan yang tak hanya menyewakan mobile crane, seperti Berdikari dan Grant Surya. Sementara itu, berdasarkan data Solidiance, Superkrane adalah pemain terbesar di industri crane Indonesia. Tahun lalu, pangsa pasar Superkrane mencapai 7,3%, sedangkan kompetitor terdekat mencapai 6,6%, dan kompetitor lainya 4,9%. Di segmen
critical lifting, Superkrane mendominasi dengan pangsa pasar 28,3%. Adapun kompetitor terdekat mencapai 18,9% dan kompetitor lainnya 14,5%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati