Pasar siap-siap revisi target indeks saham



JAKARTA. Laju ekonomi Indonesia melambat. Pasar modal domestik pun ikut tersendat. Kuartal II-2017, ekonomi Indonesia tumbuh 5,01%, di bawah ekspektasi pasar.

Rilis data ekonomi inilah yang kemarin menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,49% jadi 5.749,29. Padahal sampai dengan sesi satu bursa, IHSG masih menguat sekitar 0,5%.

Sejumlah analis saham yang dihubungi KONTAN sepakat, pelaku pasar kecewa terhadap realisasi pertumbuhan ekonomi. "Di pasar modal, pelambatan ekonomi terefleksikan oleh keluarnya dana asing sejak tiga bulan lalu," ungkap Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Sekuritas, kemarin.


Tiga bulan terakhir, asing mencatatkan net sell senilai Rp 18,25 triliun dari Bursa Efek Indonesia. Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Taye Shim menilai, investor mengkhawatirkan pelemahan daya beli masyarakat. Ini membuat sebagian investor asing keluar.

Beruntung, investasi dan perdagangan naik sehingga menahan efek negatif penurunan konsumsi dan belanja pemerintah. Toh, "Secara umum, saya pikir fundamental ekonomi masih oke," kata Taye.

Analis First Asia Capital David Sutyanto juga menuding pelambatan konsumsi sebagai faktor pemberat pertumbuhan ekonomi. Sebab, sektor ini berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi.

Kendati investasi dan ekspor digenjot, konsumsi tetap dominan bagi penopang pertumbuhan ekonomi. "Jadi begitu melambat ya semuanya kena," tutur David.

Alhasil, David menilai, Indonesia akan sulit mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,1% tahun ini. "Kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi tidak mencapai target," ujar dia.

Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap IHSG. Pertumbuhan ekonomi yang landai bisa membuat emiten kesulitan mencetak pertumbuhan kinerja. Ujung-ujungnya, orang akan pesimistis sehingga terjadi aksi profit taking.

Edwin memprediksi, rata-rata laba bersih per saham (EPS) emiten di BEI hingga akhir 2017 hanya tumbuh 11%. Dengan asumsi itu, dia melihat price earning ratio (PER) IHSG di kisaran 15 kali-16 kali. MNC Sekuritas pun memangkas target IHSG dari semula 6.000 menjadi 5.880.

Ke depan, investor harus mulai selektif memilih saham. Perhatikan potensi profit dan valuasinya. Lantaran yang melemah adalah sektor konsumsi, maka saham consumer goods patut diwaspadai. "Yang baik dipilih adalah sektor tambang," ujar David.

Kepala Riset BNI Sekuritas Norico Gaman optimistis IHSG bisa 6.000 di akhir tahun ini. Ia menilai indikator makro dan mikro ekonomi masih baik. Rupiah diprediksi stabil di Rp 13.300 per dollar AS dan inflasi terjaga 4,3%. "Saya belum mengubah target IHSG," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini