KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang Februari 2018, kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap minus. Hal ini berbanding lurus dengan terkoreksinya indeks pasar obligasi pada periode yang sama. Rata-rata kinerja reksadana pendapatan tetap yang tercermin pada Infovesta Fixed Income Fund Index turun 0,91% secara
month on month (mom) per Februari 2018. Secara
year to date, kinerja reksadana tersebut juga minus 0,32%. Setali tiga uang, Indonesia Composite Bond Index minus 1,2% sepanjang Februari lalu. Sepanjang tahun berjalan, indeks obligasi juga melemah 0,14%.
Menurut Reza Fahmi Riawan, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management, terdapat sejumlah katalis negatif di pasar obligasi yang mempengaruhi kinerja reksadana pendapatan tetap. Salah satunya adalah kenaikan imbal hasil US Treasury yang turut mendorong kenaikan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN), sehingga harganya terkoreksi. Kenaikan
yield US Treasury dipicu ekspektasi pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat. Alhasil selama Februari, banyak dana investor asing keluar dari pasar obligasi Indonesia. Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management mengaku, sentimen eksternal yang begitu kuat membuat penurunan harga obligasi di awal tahun ini cenderung cepat. Hal tersebut menyebabkan manajer investasi kesulitan melakukan transaksi di pasar sekunder. “
Capital gain sulit tercapai kalau pasar sedang koreksi,” katanya, Jum’at (2/3). Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana menambahkan, reksadana pendapatan tetap sulit lepas dari tekanan, lantaran kenaikan imbal hasil SUN mempengaruhi pergerakan rupiah. Ia menilai, laiknya pasar saham, koreksi di pasar obligasi juga berpotensi berlanjut sepanjang Maret. Pasalnya, sentimen ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate mencapai puncaknya pada bulan ini.
Menurut Wawan, manajer investasi perlu menerapkan pendekatan yang berbeda dalam mengelola reksadana pendapatan tetapnya untuk saat ini. “Manajer investasi bisa beralih ke obligasi korporasi atau membeli SUN tenor pendek, asalkan sesuai kebutuhan,” terangnya, Jumat. Kendati pasar obligasi tengah bergejolak, Rudiyanto menyebut tidak ada salahnya manajer investasi untuk tetap mengandalkan SUN tenor panjang. Pasalnya, SUN bertenor panjang menawarkan kenaikan imbal hasil yang lebih signifikan ketimbang tenor pendek walau dengan risiko yang juga besar. “Gejolak pasar hanya sementara, jadi keuntungan akan kembali berbalik pada pemegang SUN tenor panjang,” imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini