JAKARTA. Harga surat berharga negara (SBN) tertekan. Penurunan harga surat utang ini sebagai respon sinyal Bank Indonesia (BI) yang bakal melakukan pengetatan kebijakan moneter. Perry Warjiyo, Deputi Gubernur BI, mengatakan, BI masih akan menunggu kepastian kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Apapun kebijakan yang akan ditempuh pemerintah, BI akan siap menyesuaikan kebijakan moneternya. "BI akan merespon dengan menyesuaikan suku bunga, nilai tukar rupiah, mengelola likuditas dan alokasi kredit perbankan," ujar Perry seperti dikutip Bloomberg, kemarin.
Sinyal pengetatan moneter dari BI itu lantas membuat seluruh surat utang negara (SUN) seri acuan (benchmark) langsung turun pada perdagangan, kemarin (23/5). Harga SUN seri FR0066 bertenor 5 tahun turun menjadi 101,244 dibandingkan perdagangan hari sebelumnya yang sebesar 101,429. Yield seri ini naik menjadi 4,964% ketimbang sebelumnya yang sebesar 4,920%. Seri FR0063 bertenor 10 tahun juga mengalami penurunan harga menjadi 99,50 dibandingkan sebelumnya yang berkisar 99,75. Yield instrumen ini naik menjadi 5,69% dibandingkan sebelumnya yang 4,65%. Dampak tidak signifikan Demikian juga harga SUN seri FR0064 bertenor 15 tahun turun dari 98,36 menjadi 97,44 dan yield naik menjadi 6,39% dibandingkan perdagangan sebelumnya yang 6,29%. Seri FR0065 bertenor 20 tahun mengalami kenaikan harga menjadi 99,563 dibandingkan perdagangan sebelumnya yang sebesar 100,517. Adapun, yield instrumen ini naik dari 6,57% menjadi 6,66%. Herdi Ranu Wibowo, head of fixed income BCA Sekuritas mengatakan, SBN terancam mengalami tekanan harga dalam jangka pendek. "Dengan demikian, surat utang korporasi juga akan terpengaruh," tutur Herdi. Desmon Silitonga, Analis Millenium Danatama Asset Management berpendapat serupa. Dampak kebijakan pengetatan moneter yang akan BI lakukan bakal mengerek penetapan kupon obligasi dan yield di pasar sekunder. Kendati demikian, ini tidak akan menyurutkan niat pemerintah dan korporasi untuk menerbitkan obligasi. Menurut Desmon, korporasi masih butuh dana untuk ekspansi dan pemerintah masih butuh utangan untuk menambal defisit anggaran belanja negara.
Selain itu, dampak tekanan inflasi akibat kenaikan BBM diperkirakan tidak akan terlalu signifikan, khususnya bagi obligasi korporasi. Sebab, profil investor obligasi korporasi cenderung menggenggam surat utang hingga jatuh tempo (hold to maturity). Jika inflasi naik, umumnya yang akan mengalami tekanan paling besar adalah surat utang dengan tenor panjang. Dampaknya, surat utang dengan tenor-tenor pendek dengan tenor di bawah lima tahun akan diburu karena investor mencari aman. Namun, BI diprediksi tidak akan agresif mengerek naik BI rate. "Karena BI juga harus menjaga supaya pertumbuhan ekonomi tidak terhambat," kata Desmon . Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini