KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar surat utang tanah air masih solid di tengah adanya potensi kenaikan suku bunga global. Pelaku pasar umumnya sudah menduga kemungkinan langkah yang ditempuh The Fed ke depannya. Director & Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula mengamati, pasar sudah mengantisipasi kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga di tahun ini. Seperti diketahui, BI kembali menahan suku bunga acuan di level 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Selasa (25/7). Bank Indonesia juga sudah memperhitungkan suku bunga The Fed bakal naik dua kali lagi, pada bulan Juli dan September 2023. Selama masih sesuai ekspektasi, maka BI tidak perlu menaikkan suku bunga.
Baca Juga: Penerbitan MTN Semester I Menembus Rp 870 Miliar “Langkah tersebut sudah diekspektasikan,” kata Ezra kepada Kontan.co.id, Selasa (25/7). Ezra melihat, pasar obligasi Indonesia ditopang oleh kondisi domestik yang masih suportif seperti angka inflasi yang semakin turun dan neraca perdagangan yang masih surplus. Hal ini pada akhirnya juga menguatkan nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah akhir tahun diperkirakan akan stabil berada di level kisaran saat ini. Sementara, imbal hasil SUN tenor 10 tahun diperkirakan bisa turun ke level 6% di akhir tahun 2023. Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi turut melihat kemungkinan The Fed masih akan mengerek suku bunganya. Yang terdekat, Bank Sentral AS berpotensi besar menaikkan suku bunga acuan di pekan ini sebesar 25 bps dalam pertemuan FOMC Juli 2023. Imbal hasil alias yield US Treasury saat ini bergerak sideways atau mendatar dalam rentang yang terbatas. Imbal hasil tenor 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun masing-masing ditutup di level 4,84% (+0 bp), 4,09% (-1 bp), 3,84% (-1 bp), dan 3,90% (-1 bp). Namun, para ekonom memperkirakan bahwa The Fed sudah mencapai puncak (peak) terkait kenaikan suku bunga di tahun ini. Oleh karena itu, banyak investor asing melirik pasar obligasi Indonesia yang tercermin dari aliran dana asing masuk (foreign inflow) ke pasar Surat Berharga Negara (SBN). Reza mengatakan, sejauh ini investor masih bersikap
wait and see menjelang rapat suku bunga The Fed yang dijadwalkan di hari Kamis (227/7). Investor saat ini banyak mengincar obligasi tenor-tenor pendek. “Pasar Indonesia sudah mulai masuk foreign inflow,” imbuh Reza, Selasa (25/7). Kalaupun dana asing di pasar obligasi tidak cukup deras, pasar surat utang domestik dinilai masih tangguh berdiri sendiri. Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario mengatakan, saat ini dana investor domestik yang menguasai pasar SUN Indonesia.
Baca Juga: Antisipasi Kebijakan The Fed, Minat Lelang SUN Menurun Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total dana asing di pasar SBN per 21 Juli 2023 mencapai Rp 853,20 triliun, naik dari posisi akhir Juni 2023 yang sebesar Rp 846,89 triliun. Sementara porsi kepemilikan dana asing di pasar SBN berkisar 15%, jauh lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi yang bisa mencapai 40%. “Dampak keluarnya aliran modal tidak signifikan. Likuiditas dalam negeri yang lebih menopang kekuatan pasar,” ujar Ramdhan kepada Kontan.co.id, Selasa (25/7). Investor dikhawatirkan lebih tertarik dengan imbal hasil yang ditawarkan US Treasury dibandingkan surat utang Indonesia, sehingga adanya keluar aliran modal. Sebab, jika The Fed mengerek suku bunga dua kali lagi maka berpotensi menyamai tingkat suku bunga BI di level 5,75% yang menyebabkan selisih (spread) antara suku bunga BI dan The Fed kian menyempit. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi