Pasar tak kondusif, Adaro Energy (ADRO) pangkas target EBITDA, capex hingga produksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melakukan revisi terhadap sejumlah rencana kerja di tahun ini. Tersengat tekanan pasar batubara, emiten pertambangan tersebut memangkas panduan produksi, belanja modal (capex) dan operasional EBITDA.

Sekretaris Perusahaan ADRO Mahardika Putranto dalam laporan aktivitas Kuartalan 2Q2020 kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan bahwa kondisi pasar yang kurang kondusif telah mendorong ADRO merevisi panduan tahun 2020 menjadi sebagai berikut:

  • Produksi 52 juta ton - 54 juta ton
  • Operasional EBITDA US$ 600 juta - US$ 800 juta
  • Belanja modal: US$ 200 juta - US$ 250 juta.
Baca Juga: Antisipasi penurunan produksi 10%, Adaro Energy (ADRO) memperkuat segmen bisnis lain


"Adaro Energy terus berupaya mempertahankan keunggulan operasional, meningkatkan efisiensi, menjaga marjin yang sehat dan memberikan pasokan yang andal bagi para pelanggan," ungkapnya dalam laporan tersebut seperti dikutip Kontan.co.id, Senin (17/8).

Di awal tahun, ADRO menargetkan produksi di angka 54 juta ton - 58 juta ton. Sedangkan untuk EBITDA operasional direncanakan sebesar US$ 900 juta - US$ 1,2 miliar. Sedangkan untuk belanja modal dianggarkan dalam rentang US$ 300 juta - US$ 400 juta.

Untuk capaian operasional ADRO dalam periode Semester I atau hingga 30 Juni 2020, disebutkan bahwa produksi batubara ADRO mencapai 27,29 juta ton atau turun 4% secara year on year (YoY). Penurunan juga terjadi pada volume penjualan batubara yang merosot 6% yoy menjadi 27,13 juta ton.

"Nisbah kupas Adaro Energy pada 1H20 tercatat 3,77x karena musim hujan yang panjang di wilayah operasi berdampak terhadap aktivitas perusahaan," pungkas Mahardika.

Baca Juga: Pasar tak stabil, Adaro Energy (ADRO) resmi menurunkan produksi batubara 10%

Adapun, pada kuartal kedua 2020, pasar batubara termal dilaporkan terdampak pandemi Covid-19 secara signifikan. Kondisi ini terjadi karena negara-negara pengimpor batubara harus menghadapi dampak ekonomi yang besar.

Dampaknya, permintaan listrik menurun, yang juga mengakibatkan anjloknya permintaan terhadap batubara. Harga pun tertekan, yang antara lain tercermin dari harga GlobalCoal Newcastle yang turun ke rata-rata US$ 55,08 per ton atau turun 19% secara kuartalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari