Pasar volatile, penerbitan MTN masih bisa melaju



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan surat utang jangka menengah alias medium term notes (MTN) masih tergolong positif kendati kondisi pasar obligasi Indonesia masih diliputi ketidakpastian.

Berdasarkan laporan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), akhir Juli 2018 jumlah MTN yang diterbitkan mencapai Rp 16,99 triliun atau meningkat 119,79% (yoy) dibandingkan bulan yang sama tahun lalu sebesar Rp 7,73 triliun. Jumlah ini juga kian mendekati perolehan penerbitan MTN pada akhir 2017 sebesar Rp 21,60 triliun.

Ketika memasuki bulan Agustus, penerbitan MTN masih marak. Merujuk data Kustodian Sentra Efek Indonesia, ada tujuh MTN yang telah diterbitkan sepanjang bulan ini berlangsung. Contohnya adalah MTN I Bergonia Pratama Tahun 2018 dan MTN Syariah Mudharabah Bio Farma Tahun 2018.


Ekonom Pefindo, Fikri C. Permana mengatakan, langkah penerbitan MTN yang singkat dengan biaya yang lebih rendah membuat instrumen tersebut disukai oleh perusahaan yang sedang mencari pendanaan dengan cepat.

Asal tahu saja, penerbitan MTN tergolong mudah lantaran perusahaan tidak memerlukan pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan serta tidak wajib didaftarkan dan dicatat di KSEI dan Bursa Efek Indonesia.

Namun, konsekuensinya perusahaan mesti menanggung beban pembayaran bunga yang tinggi. Sebab, bunga yang ditawarkan oleh MTN biasanya lebih tinggi dari obligasi korporasi konvensional akibat jumlah investor yang terbatas. “Kalau dibandingkan dengan instrumen perbankan, tingkat bunga MTN masih bisa dikatakan lebih menarik,” ujar Fikri, hari ini (27/8).

Kendati begitu, tidak semua perusahaan mampu menikmati fleksibilitas yang dimiliki oleh MTN. Berdasarkan pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Pefindo menginformasikan bahwa ada Rp 20 triliun emisi surat utang korporasi yang ditunda penerbitannya di tahun ini.

Dari jumlah tersebut, Rp 15 triliun di antaranya merupakan MTN. Ini menandakan, terlepas dari jumlah penerbitannya yang besar, jumlah MTN yang ditunda juga tergolong besar.

Research Analyst Capital Asset Management, Desmon Silitonga menganggap wajar jika sejumlah emisi MTN batal diterbitkan di tahun ini. Sebab, seiring dengan tren kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia, mau tidak mau perusahaan mesti memasang bunga yang lebih tinggi untuk MTN yang akan diterbitkannya. “Bukan perkara mudah untuk menaikkan tawaran bunga, karena MTN tidak melalui proses pemeringkatan,” imbuhnya.

Di samping itu, kebijakan kenaikan suku bunga acuan juga bisa menekan kinerja sektor-sektor bisnis tertentu. Jika itu terjadi maka akan mempengaruhi kemampuan perusahaan yang bersangkuatan dalam menerbitkan instrumen tersebut.

Sementara menurut Fikri, tren kenaikan yield surat utang negara (SUN) juga meningkatkan risiko penundaan penerbitan MTN. Sebagaimana obligasi korporasi konvensional, yield SUN juga menjadi tolok ukur penetapan nilai tingkat bunga pada suatu MTN. Sekadar catatan, yield SUN seri acuan 10 tahun hari ini telah mencapai level 7,90%.

“Melihat kenaikan yield SUN yang sangat signifikan, calon penerbit MTN mesti menghitung-hitung kembali cost of fund yang mereka tanggung,” ungkap Fikri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati