Pasaraya gugat Matahari Departement Store karena tutup gerai sebelum kontrak habis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penutupan gerai PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) di pusat perbelanjaan, Pasaraya Oktober tahun lalu berbuntut panjang. Pasalnya, PT Pasaraya Tosersajaya, perusahaan pengelola Pasaraya, mengajukan gugatan wanprestasi kepada Matahari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam materi gugatan, yang diterima KONTAN menyebutkan, gugatan tersebut dilayangkan terkait pemutusan sepihak yang dilakukan Matahari agar bisa terbebas dari kewajiban pembayaran kepada Pasaraya berdasarkan kontrak yang disepakati. Pasaraya juga menilai, Matahari telah melakukan wanprestasi terhadap sejumlah kontrak kerja sama yang disepakati kedua pihak pada Maret dan November 2015. Pertama, Matahari tidak membayar biaya layanan (service charge) di dua lokasi Pasaraya yakni, Blok M dan Manggarai. Kedua, penutupan gerai Matahari itu tidak sesuai dengan jangka waktu kontrak yang di teken selama 11 tahun. Ketika dikonfirmasi, kuasa hukum Pasaraya Mulyadi membenarkan hal tersebut. "Ya, betul. Ada kewajiban yang belum dipenuhi tergugat (Matahari)," ungkapnya kepada KONTAN, Senin (15/1). Lebih lanjut ia menyampaikan, sebagai pengelola gedung, pihaknya mengklaim telah melakukan kewajiban sesuai kesepakatan. Berbagai upaya juga dilakukan untuk mendukung bisnis para tenant, termasuk Matahari. Seperti meningkatkan jumlah pengunjung ke kawasan Pasaraya Blok M yang mencapai lebih dari 10.000 – 12.000 orang per hari. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2015. Hal ini dipicu oleh masuknya sejumlah perusahaan IT dan startup di kompleks perkantoran Sentraya milik Pasaraya Grup. Namun sayangnya, melonjaknya pengunjung di kompleks Pasaraya Blok M ternyata tidak mampu mendukung kinerja Matahari. Apalagi penutupan gerai di Pasaraya ini kemudian diikuti oleh penutupan gerai Matahari di sejumlah tempat. Seperti di Mall Taman Anggrek, sementara gerai Matahari di Pluit Village dan Pejaten Village juga tutup masing-masing 1 lantai. Mulyadi menambahkan, langkah sepihak Matahari yang mengakhiri kerja sama tersebut tidak etis dan tidak serta merta menggugurkan kewajiban mereka terhadap Pasaraya. "Mereka (Matahari) harus tetap membayar kewajiban yang sudah dipenuhi oleh Pasaraya. Jika kontrak yang sudah sah secara hukum begitu mudahnya diingkari, ini akan berbahaya bagi kepastian investasi dan meresahkan pelaku usaha," tegas Mulyadi. Adapun dalam gugatannya, Pasaraya meminta pembayaran lunas dari beberapa kewajiban Matahari yakni, perjanjian sewa di Blok M dan Manggarai dengan masing-masing sebesar Rp 17,38 miliar dan Rp 12,24 miliar. Kemudian sisa pembayaran sewa sejumlah Rp 230,74 miliar di Blok M dan Rp 125,9 miliar di Manggarai. Pasaraya juga meminta Matahari untuk membayar bunga sebesar 6% dari utang pokok senilai Rp 25,66 miliar. Serta uang paksa (dwangsom) Rp 1 juta per harinya jika keterlambatan menjalankan isi putusan perkara. Perkara yang didaftarkan pada 14 Desember 2017 ini baru akan memasuki sidang perdana pada Kami, 7 Januari nanti. Namun sayangnya, hingga berita ini diturunkan, pihak Matahari belum mau memberikan komentar. Sekretaris Perusahaan Matahari Miranti Hadisusilo tidak membalas baik pesan singkat maupun telepon yang dilayangkan KONTAN. Meski begitu, berdasarkan data di pengadilan yang sama, pihak Matahari sebetulnya telah melayangkan gugatan terlebih dahulu kepada Pasaraya pada 25 September 2017 dengan tuduhan yang sama yakni wanprestasi. Perkara tersebut pun sudah memasuki agenda pembuktian.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dessy Rosalina