JAKARTA. Setelah melakukan pembayaran sebesar US$ 300 juta untuk mengakuisi Star Energy, PT Barito Pacific Tbk berencana merampungkan pembangunan pabrik untuk anak perusahaan di sektor petrokimia. Agus Salim Pangestu selaku Direktur Utama emiten berkode saham BRPT ini mensinyalkan adanya rencana untuk menyelesaikan pembangunan pabrik milik anak perusahaan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). "Sementara ini, target utama untuk TPIA adalah pembangunan pabrik cracker kedua," jelas Agus. Pabrik yang dimaksud adalah pabrik kedua untuk pengolahan etilena. Berdasarkan pemberitaan KONTAN sebelumnya, investasi untuk pabrik tersebut telah dipersiapkan di kisaran US$ 2,4 miliar. Sebelum menambah pabrik tersebut, TPIA sendiri sudah meningkatkan produksi cracker etilena pertama pada akhir 2015 lalu sebesar 860.000 ton dengan investasi US$ 380 juta. Melalui pembangunan pabrik kedua ini, TPIA menargetkan produksi sebanyak 1,96 juta ton per tahun pada 2121. Agus melanjutkan, informasi lebih lanjut mengenai pabrik cracker kedua belum dapat disampaikan pada publik, namun ia menjelaskan saat ini perusahaan telah memasuki tahap Front End Engineering and Design (FEED) guna mempercepat proses pembangunan. "Kalau sudah public akan segera saya kabarkan," kata Agus. Mengenai akuisisi Star Energy, Agus menjelaskan penyelesaiannya masih akan memakan waktu cukup lama. "Fokus closing untuk Star Energy di kuartal IV-2017 sampai kuartal I-2018," kata Agus. Akuisisi Star Energy merupakan proyek besar melihat potensi besaran yang dimiliki oleh Star Energy Group Holdings Pte Ltd (SEGHL). Induk perusahaan yang berasal dari Singapura tersebut memiliki nilai aset yang mumpuni. Apalagi setelah konsorsium Star Energy yang terdiri dari SEGHL, Star Energy Geothermal, AC Energy (Ayala Group) Filipina, dan EGCO dari Thailand yang telah menuntaskan akuisisi aset Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik Chevron Corp. di Indonesia, yakni PLTP Salak dan PLTP Darajat. Tak hanya bergerak di sektor energi dan kimia, emiten ini juga memiliki aktivitas bisnis multi sektor di kehutanan, perkebunan, pertambangan, industri, properti, perdagangan dan transportasi. Melalui anak usaha PT SGC Barito Logistics, baru-baru ini holding company Grup Barito mengucurkan investasi sebesar Rp 60 miliar yang berasal dari internal kas PT Barito Investa Prima. Perusahaan jasa ini sendiri didirikan untuk mendukung efisiensi perusahaan dengan cara mengisi muatan truk yang melakukan perjalanan pergi dan kembali. Emiten yang baru-baru ini memasuki jajaran saham LQ45 di indeks saham Indonesia terlihat cerah dengan nilai saham yang melambung stabil di zona hijau. Dengan masuknya emitennya di jajaran saham top, Agus melihat volume perusahaan dapat menjadi lebih banyak.
Pasca akuisisi Star Energy, Barito fokus di pabrik
JAKARTA. Setelah melakukan pembayaran sebesar US$ 300 juta untuk mengakuisi Star Energy, PT Barito Pacific Tbk berencana merampungkan pembangunan pabrik untuk anak perusahaan di sektor petrokimia. Agus Salim Pangestu selaku Direktur Utama emiten berkode saham BRPT ini mensinyalkan adanya rencana untuk menyelesaikan pembangunan pabrik milik anak perusahaan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). "Sementara ini, target utama untuk TPIA adalah pembangunan pabrik cracker kedua," jelas Agus. Pabrik yang dimaksud adalah pabrik kedua untuk pengolahan etilena. Berdasarkan pemberitaan KONTAN sebelumnya, investasi untuk pabrik tersebut telah dipersiapkan di kisaran US$ 2,4 miliar. Sebelum menambah pabrik tersebut, TPIA sendiri sudah meningkatkan produksi cracker etilena pertama pada akhir 2015 lalu sebesar 860.000 ton dengan investasi US$ 380 juta. Melalui pembangunan pabrik kedua ini, TPIA menargetkan produksi sebanyak 1,96 juta ton per tahun pada 2121. Agus melanjutkan, informasi lebih lanjut mengenai pabrik cracker kedua belum dapat disampaikan pada publik, namun ia menjelaskan saat ini perusahaan telah memasuki tahap Front End Engineering and Design (FEED) guna mempercepat proses pembangunan. "Kalau sudah public akan segera saya kabarkan," kata Agus. Mengenai akuisisi Star Energy, Agus menjelaskan penyelesaiannya masih akan memakan waktu cukup lama. "Fokus closing untuk Star Energy di kuartal IV-2017 sampai kuartal I-2018," kata Agus. Akuisisi Star Energy merupakan proyek besar melihat potensi besaran yang dimiliki oleh Star Energy Group Holdings Pte Ltd (SEGHL). Induk perusahaan yang berasal dari Singapura tersebut memiliki nilai aset yang mumpuni. Apalagi setelah konsorsium Star Energy yang terdiri dari SEGHL, Star Energy Geothermal, AC Energy (Ayala Group) Filipina, dan EGCO dari Thailand yang telah menuntaskan akuisisi aset Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik Chevron Corp. di Indonesia, yakni PLTP Salak dan PLTP Darajat. Tak hanya bergerak di sektor energi dan kimia, emiten ini juga memiliki aktivitas bisnis multi sektor di kehutanan, perkebunan, pertambangan, industri, properti, perdagangan dan transportasi. Melalui anak usaha PT SGC Barito Logistics, baru-baru ini holding company Grup Barito mengucurkan investasi sebesar Rp 60 miliar yang berasal dari internal kas PT Barito Investa Prima. Perusahaan jasa ini sendiri didirikan untuk mendukung efisiensi perusahaan dengan cara mengisi muatan truk yang melakukan perjalanan pergi dan kembali. Emiten yang baru-baru ini memasuki jajaran saham LQ45 di indeks saham Indonesia terlihat cerah dengan nilai saham yang melambung stabil di zona hijau. Dengan masuknya emitennya di jajaran saham top, Agus melihat volume perusahaan dapat menjadi lebih banyak.