Pasca Merger, Pelindo: Produktivitas Pelabuhan di Indonesia Timur Terus Meningkat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) menyebut produktivitas pelabuhan di kawasan Indonesia Timur kini sudah lebih efisien semenjak empat entitas Pelindo merger pada 1 Oktober 2021 lalu.

Kepala Pelindo Regional 4 Eriany Muis menyampaikan, sejak merger pada 2021 silam, Pelindo melaksanakan transformasi di sejumlah pelabuhan di Indonesia, termasuk Indonesia Timur, seperti Makassar, Ambon, dan Sorong.

Berlanjut pada September 2023, Pelindo mulai mengelola Pelabuhan Ternate (Maluku Utara) dan Merauke (Papua Selatan), kemudian menyusul Pelabuhan Nunukan (Kalimantan Timur) dan Tarakan (Kalimantan Utara).


Secara keseluruhan, tranformasi Pelindo di wilayah Indonesia Timur dilakukan di 13 pelabuhan dan terminal. Hasilnya, produktivitas bongkar muat di sejumlah pelabuhan Indonesia Timur menanjak.

Misalnya pada Terminal Peti Kemas (TPK) Makassar dan TPK Ambon yang produktivitas bongkar muatnya meningkat dari rata-rata 35 boks per jam per kapal menjadi rata-rata 50 boks per jam per kapal, sehingga port stay kapal di tambatan menjadi satu hari.

Baca Juga: Pelindo Rogoh Kocek Sendiri untuk Bangun Jakarta Integrated Green Terminal (JIGT)

"Sebelumnya, rata-rata port stay kapal di tambatan masih dua hari,” kata Enriany dalam siaran pers yang diterima Kontan, Senin (16/10).

Enriany menambahkan, peningkatan produktivitas bongkar muat juga terjadi pada kegiatan curah kering di Pelabuhan Makassar, seperti bongkaran 40.000 ton yang semula 12-13 hari sekarang menjadi hanya enam hari.

Makassar sendiri kini memiliki tiga HMC atau Harbour Mobile Crane. Pelindo juga telah membuka trafic flow baru untuk kegiatan curah, yakni dengan menggunakan akses Gate 4 pada Terminal Peti Kemas 1 Makassar.

Proses transformasi yang dilaksanakan pada pelabuhan di lingkungan Pelindo meliputi standardisasi pola operasi; pelatihan atau on the job training untuk meningkatkan keterampilan pekerja; sistemisasi atau digitalisasi melalui berbagai aplikasi seperti Phinisi, PTos, dan Tonus; serta penerapan perencanaan dan kontrol pada jasa pelayanan kapal, jasa pelayanan barang, dan jasa pelayanan petikemas melalui Integrated Control Room.

Sebagai contoh, pola operasi di seluruh pelabuhan terminal di Pelindo Regional 4 sekarang 7 hari kali 24 jam. Sebelum transformasi, masing-masing pelabuhan atau terminal punya pola sendiri-sendiri.

Sebagai contoh, di Surabaya pelabuhan mulai bergerak jam 6 pagi, sedangkan di Sorong bisa dimulai jam 9. Sekarang semua pelabuhan beroperasi 7 hari kali 24 jam. Hal ini jelas mempermudah para pelaku usaha yang menggunakan jasa bongkar muat angkutan di pelabuhan Pelindo.

Transformasi ini juga membuat kinerja Pelindo Regional 4 meningkat. Sampai semester I-2023, jumlah kunjungan kapal dalam satuan Gross Tonnage (GT) mencapai 208,9 juta GT atau naik 11% dibandingkan realisasi semester I-2022 yakni 188,4 juta GT.

Adapun trafik barang dalam satuan ton per meter kubik (m3) mencapai 21,5 juta ton/m3 pada semester I-2023 atau meningkat 57% dari 13,7 juta ton/m3 dari periode yang sama tahun lalu.

Jumlah peti kemas yang dibongkar muat di Pelindo Regional 4 pada semester I-2023 mencapai 1,07 juta twenty foot equivalent unit (TEUs), naik 1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,06 juta TEUs.

Pada periode yang sama, jumlah penumpang naik 24% menjadi 3,2 juta orang, dari sebelumnya 2,6 juta orang.

Baca Juga: Pelindo Fokus Efisiensi Biaya untuk Kejar Targetkan Pertumbuhan Bisnis

“Dengan transformasi dan capaian Pelindo Regional 4 tersebut, kami berhadap dapat turut berkontribusi aktif pada pertumbuhan ekonomi daerah,” pungkas Enriany.

Peningkatan produktivitas ini tentu selaras dengan biaya logistik yang semakin efisien. Sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu penyebab tingginya biaya logistik Indonesia pada masa lalu adalah ketimpangan antara Indonesia barat dan timur.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada pertengahan September 2023 lalu meluncurkan perhitungan baru yang menghasilkan biaya logistik nasional 2022 sebesar 14,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut turun hampir 40% dibandingkan biaya logistik yang dirilis Bank Dunia pada 2018 sebesar 23,5%.

Namun, biaya logistik nasional 2022 masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya logistik untuk kegiatan impor Indonesia pada 2022 yang sudah mencapai angka 8,98%. Pemerintah sendiri menargetkan biaya logistik nasional sebesar 9% pada 2045.

Pelindo pun menyambut baik penurunan angka logistik tersebut dan terus mengupayakan transformasi di seluruh pelabuhan agar tercipta efisiensi, produktivitas, dan standardisasi dalam pengelolaan pelabuhan.

Dengan berbagai langkah tersebut, Pelindo diharapkan bisa ikut serta menurunkan biaya logistik nasional, terutama memenuhi target 9% pada 2045.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari