Pasca pandemi, UMKM butuh pendanaan murah dan digitalisasi bisnis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis serangkaian kebijakan. Salah satunya terkait aturan kredit modal kerja baru  dalam Peraturn OJK Nomor 48/2020. Beleid ini diharapkan  menjadi salah satu solusi bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menghadapi booming ekonomi, setelah pulih dari dampak pandemi COVID-19.     Ekonom Indef, Bhima Yudhistria mengatakan, pada tahun 2020, fokus UMKM adalah bertahan menghadapi dampak pandemi Covid-19. Umumnya, pelaku UMKM bertahan dengan melakukan penyesuaian bisnis atau memanfaatkan cadangan modal yang tersisa.    Namun, di tahun 2021, pelaku UMKM tidak hanya harus bisa memulai bisnis, tetapi juga harus siap menghadapi booming ekonomi. Seperti yang terjadi pasca-pemulihan ekonomi dari krisis di tahun 1930, 1998 atau 2008.    “UMKM itu yang bertahan dan restart bisnis tahun 2021, tidak siap dengan booming. Bagaimana mencari pendanaan murah, bagaimana dengan inovasi bisnisnya dan mengatasi pergeseran prilaku konsumsi,” ujar Bhima, dalam webinar, Rabu (28/4).   Faktor yang paling penting dalam memulai bisnis ke depan, menurut Bhima, adalah modal yang sudah terkuras selama hampir satu tahun lebih karena bertahan di tengah pandemi. Sehingga, perlu disiapkan ekosistem pendukung pelaku UMKM menghadapi booming ekonomi. 

Dosen MBA ITB, Erman Sumirat, mengatakan tantangan kunci bagi UMKM selama pandemi adalah mengatasi masalah cash flow operasional, permintaan produk dan jasa turun, bisnis ditutup, peluang untuk bertemu dengan klien berkurang. Serta isu perubahan strategi bisnis untuk menawarkan jasa dan produk.   “Langkah yang perlu didorong adalah digitalisasi UMKM, memperkuat ekosistem UMKM dari hulu hingga hilir. Kebijakan restrukturisasi kedit dan pembiayaan. Sejalan dengan itu, kuncinya adalah mobilisasi masyarakat dengan mempercepat vaksinasi,” ujar Erman.

Deputi Komisioner Perbankan III OJK, Slamet Edy Purnomo menjelaskan, ke depan OJK mengusulkan lima langkah untuk mengembangkan UMKM.  Pertama, saat ini perbankan lebih membutuhkan penjaminan karena pada umumnya bank masih memiliki banyak cadangan likuiditas. Kedua, menambah cakupan UMKM yang masuk dalam program restrukturisasi dan modal kerja baru.        Ketiga, biaya dokumen-dokumen kredit UMKM perlu diberikan keringanan untuk menekan cost proses kredit UMKM. Keempat, insentif pajak untuk bank-bank yang memiliki porsi kredit UMKM di atas 30%. Kelima, penghapusan data NPL debitur di atas Rp 5 miliar.


POJK Nomor 48/2020 merupakan revisi dari POJK Nomor 11/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. OJK mengatur fasilitas restrukturisasi kredit dan penyaluran kredit modal kerja baru bagi pelaku usaha. Termasuk UMKM yang terdampak pandemi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian