Pasca Putusan Bank Sentral, Penurunan Bunga Simpanan Akan Jadi Prioritas Perbankan



 

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah memberikan angin segar bagi industri perbankan yang selama ini tertekan dengan era suku bunga tinggi. Angin segar tersebut berupa penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6%.

Seperti diketahui, selama ini, para bankir banyak berbicara terkait kondisi likuiditas mahal. Di mana, beban bunga yang tinggi telah mempengaruhi pendapatan bunga bersih yang menjadi sumber utama profitabilitas bank.

Memang, jika mengacu data Bank Indonesia (BI), suku bunga simpanan berjangka perbankan mengalami tren peningkatan selama era suku bunga tinggi. Ambil contoh, bunga simpanan berjangka tenor 1 bulan per Juli 2024 telah mencapai 4,75%.


Jika dibandingkan dengan posisi Desember 2024, bunga simpanan berjangka tenor 1 bulan masih sebesar 4,71%. Ditarik lebih tahun ke periode Juli 2023, bunga simpanan berjangka tenor 1 bulan masih di level 4,54%.

Dengan kondisi suku bunga acuan yang mulai turun, bukan tidak mungkin perbankan mulai memikirkan adanya penurunan bunga simpanan. Setidaknya, mereka bisa keluar dari jebakan likuiditas yang mahal.

Baca Juga: Menakar Efek Penurunan BI Rate Terhadap Perusahaan Multifinance

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan bilang untuk saat ini, prioritas yang harus turun adalah cost of fund. Artinya, bunga simpanan akan lebih dulu turun agar bisa memberikan harga lebih murah dari likuiditas yang lebih murah.

“Dan margin bisa tetap sehat. Bank juga bisa membiayai kredit termasuk resiko NPL nya,” ujar Lani, Rabu (18/9).

Seperti diketahui, beban bunga bank berkode saham BNGA ini mengalami peningkatan yang signifikan pada separuh pertama 2024 mencapai 24,6% YoY. Alhasil, pendapatan bunga bersih bank terkoreksi 2,6% YoY menjadi Rp 6,65 triliun.

Hanya saja, Lani belum bisa memastikan apakah pihaknya akan langsung menurunkan bunga simpanan pasca putusan BI. Sebab, semua itu akan tergantung dengan industri dan apakah instrumen investasi lain juga mengalami penurunan bunga.

“Kami berharap bank secara nasional mulai menurunkan bunga DPK dulu agar biaya dana bisa berangsur turun sehingga bisa diikuti oleh penurunan bunga kredit,” tambah Lani.

Direktur Keuangan Bank Mandiri Sigit Prastowo mengungkapkan penurunan suku bunga ini dampak akan lebih ke likuiditas ketimbang permintaan kredit. Artinya, ada kemungkinan penurunan cost of fund yang dimiliki oleh bank.

Hanya saja, ia bilang perlu mencermati dengan kondisi likuiditas dengan banyaknya instrumen-instrumen investasi lainnya. Di mana, jika melihat likuiditas ternyata masih ketat, maka bank pun susah untuk menurunkan cost of fund-nya.

“Kalau cost of fund turun kan kita bisa juga deliver kredit dengan harga yang lebih turun karena permintaan kredit juga tinggi,” ujar Sigit.

Sementara itu, Direktur Keuangan Bank Raya Rustati Suri Pertiwi berpandangan penurunan suku bunga akan membantu dari sisi manajemen biaya, khususnya biaya dana dan total biaya perbankan secara keseluruhan.  

Baca Juga: Tak Terpengaruh Harga, Bisnis Emas Perbankan Syariah Tetap Melaju

Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa biaya dana adalah salah komponen biaya utama di industri perbankan, maka efisiensi dari sisi biaya dana juga akan mendorong peningkatan efisiensi industri perbankan Indonesia.

Di sisi lain, wanita yang akrab disapa Tiwi ini melihat penurunan suku bunga dapat menjadi salah satu trigger untuk memacu pertumbuhan kredit, mengingat nasabah akan mendapat biaya kredit yang lebih bersaing.  

Dengan pertumbuhan kredit yang meningkat maka diharapkan investasi dan aktivitas ekonomi masyarakat juga semakin tumbuh, Tiwi bilang itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan akhirnya akan semakin mendorong peningkatan kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan.  

Hanya saja, ia bilang akan melihat terlebih dahulu apakah akan menurunkan suku bunga kredit atau tidak pasca pemangkasan suku bunga acuan ini. Sebab, ia perlu melihat langkah yang diambil oleh bank lainnya seperti apa.

“Bisa jadi salah satu pertimbangan, nanti kita lihat juga bagaimana suku bunga peers juga,” ujar Tiwi.

Sebagai informasi, Tiwi bilang sejauh ini belum melakukan kenaikan suku bunga. Ia bilang untuk saat ini bunga kredit di Bank Raya beragam tergantung jenis kreditnya, tapi untuk SBDK mikro di kisaran 15% dan SBDK ritel di kisaran 11%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari