Pasca wajib sertifikat halal, jumlah UMKM bersertifikat masih minim



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berdasarkan Undang Undang nomor 33 tahun 2014 telah mewajibkan sertifikasi halal bagi seluruh produk. Hal itu ditandai dengan mulai wajibnya sertifikasi halal pada 17 Oktober 2019 lalu. 

Namun, hingga saat ini Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bersertifikat masih minim. "Dari 1,6 juta pelaku UMKM baru kurang lebih 10% yang memiliki sertifikat," ujar anggota Komisi VIII DPR Jefri Romdonny saat rapat dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Selasa (14/27).

Baca Juga: BPJPH siapkan dana Rp 16,07 miliar untuk sertifikasi halal UMK di tengah Covid-19


Hal itu dinilai Jefri karena masih adanya kebingungan bagi pelaku usaha. Terutama atas posisi Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sebelumnya mengurus sertifikasi halal.

Selain itu Jefri juga melihat biaya sertifikasi halal masih tinggi. Meski belum ada tarif dari Kementerian Keuangan, tingginya tarif dilihat dari bantuan yang diberikan BPJPH kepada 3.283 Usaha Mikro Kecil (UMK) sebesar Rp 16,07 miliar untuk fasilitas sertifikasi.

"Kalau dihitung lebih dari Rp 4 juta, itu masih terlalu mahal," terang Jefri.

Baca Juga: Wapres sebut Jabar bisa dikembangkan jadi kawasan industri halal

Hal serupa juga disampaikan anggota Komisi VIII lainnya dari fraksi Partai Demokrat Nanang Samodra. Nanang sebelumnya sertifikat halal bersifat suka rela atau voluntary. "Sejak tahun 2019 menjadi wajib tadinya voluntary tetapi gaungnya masih datar-datar saja," ungkap Nanang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi