JAKARTA. Gempa dan tsunami yang mengguncang Jepang ikut menyeret harga karet internasional. Berdasarkan data Bloomberg, harga karet di Bursa Tokyo Commodity untuk pengiriman Agustus 2011 pada akhir pekan lalu berada di level ¥ 407,30 per kg. Level tersebut merupakan harga terendahnya dalam satu bulan terakhir. Adapun harga karet untuk pengiriman April 2011 Senin (14/3) ada di level ¥ 378,40 per kg atau melorot sekitar 30,40% dari level tertingginya yang sebesar ¥ 543,70 per kg, Kamis (17/2). Bahkan, Senin (14/3) ini Bursa Tokyo Commodity mengghentikan sementara perdagangan karet setelah harganya melorot akibat gempa dan tsunami yang melanda Jepang.Tren penurunan harga karet sejatinya sudah terjadi sejak pekan lalu sebelum gempat terjadi. Penurunan ini terjadi karena adanya perkiraan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat dan beberapa negara konsumen karet lainnya seperti China dan negara Eropa. "Berdasarkan data ekonomi, akan terjadi perlambatan ekonomi di Amerika dan China, sehingga pertumbuhan permintaan bahan baku juga akan melambat," ujar Kazuhiko Saito, analis dari Fujitomi Co seperti dikutip Bloomberg akhir pekan lalu.Ketua Dewan Karet Nasional Azis Pane mengungkapkan, akibat gempa yang melanda Jepang permintaan karet akan menurun. "Beberapa perusahaan otomotif di Jepang tidak mengoperasikan pabriknya, sehingga permintaan karet ke Jepang turun," ujarnya kepada KONTAN Senin (14/3).Karena pemulihan dari gempa dan tsunami ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, Azis memperkirakan anjloknya harga karet ini masih akan terus terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Dia memprediksikan, setidaknya harga karet akan mengalami pelemahan sekitar tiga bulan. Sebab, "Suplai berlimpah, sementara permintaan menurun," jelasnya.Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo juga membenarkan. Dia menambahkan, dampak bencana alam ini akan berdampak cukup lama terhadap penurunan harga komoditas karet. Bahkan, "Dampaknya bisa meluas ke komoditas lain dan pasar saham," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pascagempa dan tsunami Jepang, harga karet melorot
JAKARTA. Gempa dan tsunami yang mengguncang Jepang ikut menyeret harga karet internasional. Berdasarkan data Bloomberg, harga karet di Bursa Tokyo Commodity untuk pengiriman Agustus 2011 pada akhir pekan lalu berada di level ¥ 407,30 per kg. Level tersebut merupakan harga terendahnya dalam satu bulan terakhir. Adapun harga karet untuk pengiriman April 2011 Senin (14/3) ada di level ¥ 378,40 per kg atau melorot sekitar 30,40% dari level tertingginya yang sebesar ¥ 543,70 per kg, Kamis (17/2). Bahkan, Senin (14/3) ini Bursa Tokyo Commodity mengghentikan sementara perdagangan karet setelah harganya melorot akibat gempa dan tsunami yang melanda Jepang.Tren penurunan harga karet sejatinya sudah terjadi sejak pekan lalu sebelum gempat terjadi. Penurunan ini terjadi karena adanya perkiraan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat dan beberapa negara konsumen karet lainnya seperti China dan negara Eropa. "Berdasarkan data ekonomi, akan terjadi perlambatan ekonomi di Amerika dan China, sehingga pertumbuhan permintaan bahan baku juga akan melambat," ujar Kazuhiko Saito, analis dari Fujitomi Co seperti dikutip Bloomberg akhir pekan lalu.Ketua Dewan Karet Nasional Azis Pane mengungkapkan, akibat gempa yang melanda Jepang permintaan karet akan menurun. "Beberapa perusahaan otomotif di Jepang tidak mengoperasikan pabriknya, sehingga permintaan karet ke Jepang turun," ujarnya kepada KONTAN Senin (14/3).Karena pemulihan dari gempa dan tsunami ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, Azis memperkirakan anjloknya harga karet ini masih akan terus terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Dia memprediksikan, setidaknya harga karet akan mengalami pelemahan sekitar tiga bulan. Sebab, "Suplai berlimpah, sementara permintaan menurun," jelasnya.Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo juga membenarkan. Dia menambahkan, dampak bencana alam ini akan berdampak cukup lama terhadap penurunan harga komoditas karet. Bahkan, "Dampaknya bisa meluas ke komoditas lain dan pasar saham," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News