Pasok PT Smelting, Freeport kembali beroperasi



JAKARTA. PT Freeport Indonesia berencana kembali menambang konsentrat tembaga pada pertengahan Maret ini. Sebelumnya, sejak 10 Februari 2017 lalu Freeport menghentikan kegiatan penambangan.

Aktivitas Freeport Indonesia tersebut menyusul beroperasinya kembali PT Smelting di Gresik, Jawa Timur, karena sudah mendapatkan kuota ekspor dari pemerintah. PT Smelting memiliki fasilitas pemurnian konsentrat (smelter) yang berkapasitas 1 juta ton per tahun. Adapun Freeport mampu memproduksi konsentrat 2,5 juta ton per tahun.

Jurubicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, PT Smelting mulai beroperasi seiring dengan terbitnya izin ekspor lumpur anoda atau anoda slime. Nah, otomatis konsentrat milik Freeport bisa kembali diolah seperti biasa. "Pada 21 Maret nanti mill (pengeringan konsentrat) di Grasberg beroperasi," kata Riza, saat bertemu dengan awak media, Kamis (9/3).


Ada dua faktor yang memaksa perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menghentikan penambangan. Pertama, hingga saat ini Freeport belum juga mendapatkan kepastian ekspor konsentrat. Ini karena belum ada kesepakatan soal perubahan status dari kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Kedua, lantaran beberapa pekerja diberhentikan, kegiatan penambangan otomatis berhenti dan pasokan konsentrat tidak bisa dikapalkan menuju Gresik. Alhasil, tempat penyimpanan konsentrat milik Freeport kini sudah penuh atau mencapai 130.000 ton. Padahal, dari tiga gudang penyimpanan, masing-masing hanya mampu menampung 40.000 ton.

Riza menuturkan, seiring mulai beroperasinya Smelting mengolah konsentrat tembaga milik Freeport yang sudah menumpuk di stockpile itu, maka Freeport akan mulai kembali menambang untuk memenuhi kebutuhan produksi Smelting. "Produksi konsentrat kami nanti hanya 40%, mengikuti kapasitas Smelting," ujarnya.

Saat ini produksi konsentrat Freeport mencapai 160.000 ton ore per hari. Nanti per hari penambangan hanya akan menambang 40% dari 160.000 ton ore itu.

Meskipun hanya menambang 40%, Riza menyatakan, program efisiensi tetap dijalankan dan konsentrat tembaga akan kembali beroperasi secara terbatas. Dengan produksi hanya 40% dari biasanya, Freeport Indonesia akan mengurangi investasi hingga 50%.

Belanja barang dalam negeri berkurang dan pengurangan kontraktor terjadi. "Karena produksi belum 100% normal, maka pengurangan investasi dan pekerja masih tetap terjadi," ujarnya.

Riza menuturkan, 40% produksi konsentrat memang dikirim ke PT Smelting. Sedangkan 60% sisanya dialokasikan untuk kebutuhan ekspor, seperti ke Jepang, Tiongkok, serta Spanyol. Meski mayoritas produksi dikirim ke luar negeri, Riza mengklaim, sebenarnya kuota konsentrat tetap terbesar untuk Smelting.

Riza mengatakan, Freeport Indonesia telah menyiapkan dua rencana, yakni terkait produksi terbatas 40% dan produksi normal 100%. Pembatasan produksi menyebabkan jumlah rata-rata pekerja selama tahun 2017-2021 hanya sekitar 11.000 tenaga kerja.

Namun bila operasi produksi berjalan normal, maka hingga empat tahun ke depan jumlah tenaga kerja mencapai 29.000 orang. "Investasi modal hingga tahun 2021 dengan pembatasan operasi sebesar US$ 1,6 miliar. Tapi bila operasi normal sebesar US$ 5,9 miliar," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini