KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) meminta agar pemerintah mengubah peta jalan (roadmap) hilirisasi khususnya terkait ketersediaan bahan baku smelter. Hal ini merupakan respons dari kabar melambatnya pasokan bijih nikel untuk sejumlah smelter saat ini. Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) Haykal Hubeis menegaskan, melambatnya pasokan bijih nikel saat ini dinilai mengenaskan karena kontradiksi dengan informasi yang selama ini beredar di mana Indonesia menyimpan cadangan nikel yang melimpah. Ditambah pula saat ini banyak perusahaan, investor nikel yang sedang bergiat untuk melanjutkan pembangunan smelternya di Tanah Air.
“Namun sayang, semangat ini dihadang oleh masalah short supply bijih nikel itu. Yang lebih meresahkannya, masalah ini datang tiba-tiba tanpa ada persiapan maupun pemberitahuan,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (6/10).
Baca Juga: Pasokan Bijih Nikel untuk Smelter Melambat, Ini Respon Kementerian ESDM Menurutnya, persoalan ini tentu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk dicari penyebab dan jalan keluarnya. “Lantas siapa saja perusahaan yang mengalami masalah pasokan bijih nikel tersebut dan jangka waktu penyelesaiannya akan seperti apa,” ujarnya. Ke depannya, pengusaha berharap pemerintah dapat mengubah peta jalan (roadmap) untuk membenahi industri hilirisasi, khususnya ketersediaan bahan baku. Baginya, kalau pemerintah mau menjamin bahan baku secara merata, pemerintah juga harus terjun langsung melakukan kegiatan Good Mining Practice di area-area yang dianggap berpotensi. Melalui cara tersebut, pemerintah bisa memiliki kebijakan khusus memetakan pasokan bijih nikel ke perusahaan-perusahaan yang belum memiliki kepastian pasokan bahan baku jangka panjang. Menurutnya, cara tersebut wajar dilakukan karena berkaca dengan industri yang sudah maju hilirisasinya, pemerintah dapat campur tangan menentukan pemetaan dan pasokan bahan baku. “Mereka juga punya kebijakan tersendiri yang mengatur bahan baku dapat dinikmati semua pengusaha smelter. Tetapi pemerintah melibatkan dirinya dalam masalah eksplorasi untuk neraca bahan baku,” ujarnya. Jika dilihat dari sisi hukum, aksi pemerintah campur tangan dalam eksplorasi cadangan baru nikel dan pemetaan pasokannya justru sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selama ini, kata Haykal, kegiatan eksplorasi mencari cadangan mineral dan batubara memang dilakukan pihak swasta. Sedangkan negara melakukan kegiatan tersebut melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kepentingan wilayah dan korporasinya sendiri.
Baca Juga: BUMN Holding Pertambangan Kejar Hilirisasi Komoditi Mineral di Indonesia Sedangkan, pemerintah hanya memberikan sinyal mengenai wilayah-wilayah yang berpotensi menyimpan cadangan nikel seperti di Halmahera, Maluku Utara, dan di tempat lainnya. “Jadi keterlibatan pemerintah dalam hal ini ringan sekali, tetapi beban yang besar justru ada di tangan penambang dan investor smelter itu” imbuhnya. Di lain pihak, tidak semua smelter bisa masuk menggarap eksplorasi mencari cadangan nikel baru khususnya bagi smelter yang hanya mengantongi Izin Usaha Industri (IUI). Untuk beralih ke pertambangan, pihaknya harus mengubah semua perizinan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi